TEMPO.CO, Jakarta - Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) mengajukan uji materi terhadap ketentuan ambang batas parlemen atau parliamentary threshold dalam Undang-Undang Pemilu di Mahkamah Konstitusi.
“Penentuan angka ambang batas parlemen tidak pernah didasarkan pada basis perhitungan yang transparan, terbuka, dan sesuai dengan prinsip pemilu proporsional,” kata peneliti Perludem Fadli Ramadhanil dalam keterangan tertulis, Kamis, 25 Juni 2020.
Fadli mengatakan, keberadaan ambang batas parlemen juga mengganggu prinsip adil. Misalnya, dalam konversi suara ke kursi bagi partai politik selaku peserta pemilu dan bagi pemilih yang memberikan suaranya.
Menurut Fadli, penentuan besaran ambang batas parlemen diperlukan metode penghitungan yang jelas dan mengedepankan proporsionalitas pemilu. Misalnya Tageepara (2002), merumuskan metode penghitungan besaran ambang batas efektif (effective threshold) yang dapat dijadikan rujukan dalam penentuan besaran ambang batas parlemen.
Metode ini melibatkan tiga variabel utama, yaitu rata-rata besaran alokasi kursi per daerah pemilihan (district magnitude), jumlah daerah pemilihan, dan jumlah kursi parlemen. “Sebagai negara yang menerapkan sistem pemilu proporsional di pemilu legislatif, sudah sepatutnya proporsionalitas harus terpenuhi,” kata dia.