TEMPO.CO, Jakarta - Peneliti ICW (Indonesia Corruption Watch) Almas Sjafrina mendesak Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian membuka dokumen perjanjian kerja sama dengan delapan mitra program Kartu Prakerja.
Ia menengarai proses penunjukkan mitra program Kartu Prakerja bermasalah.
"Kerja sama dengan platform pelatihan digital tidak melalui mekanisme lelang, melainkan penunjukan langsung," kata Almas dalam keterangan tertulisnya pada Senin, 18 Mei 2020.
Dia menjelaskan sesuai dengan UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, Kemenko Perekonomian wajib memberikan informasi tentang Program Kartu Prakerja.
Almas mengatakan program tersebut tergolong informasi publik yang terbuka dan dapat diakses secara luas.
Almas mengungkapkan Pemerintah beralasan penunjukan langsung dilakukan karena keterbatasan waktu dan tes program. Alasan lainnya, tidak ada penyelenggaraan barang dan jasa yang dibayarkan oleh Pemerintah kepada mitra Program Kartu Prakerja.
Menurut Almas, alasan Pemerintah tersebut bermasalah apabila merujuk pada Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
Pasal 38 Ayat 4 Perpres itu menyebutkan bahwa penunjukan langsung dapat dilakukan dalam keadaan tertentu. Pasal 38 ayat 5 menerangkan yang dimaksud keadaan darurat.
Jika merujuk pada poin-poin dalam ayat 5 tersebut, dia berpendapat, metode penunjukan langsung mitra Program Kartu Prakerja tidak semestinya dilakukan.
Almas juga menampik alasan bahwa tidak ada penyelenggaraan barang dan jasa.
"Anggaran yang digelontorkan untuk melaksanakan Program Kartu Prakerja bersumber dari APBN sebesar hingga Rp 20 triliun."
Atas dasar itu, menurut Almas, publik harus mendapat kejelasan mengenai pemilihan mitra platform digital.