TEMPO.CO, Jakarta - Ombudsman Republik Indonesia menyatakan deklarasi damai dan pemberian bantuan medis serta psikososial korban pelanggaran HAM berat kasus Talangsari pada 20 Februari 2019, adalah maladministrasi. Pasalnya pada deklarasi damai itu terdapat ketidakpastian dasar hukum.
“Ditemukan adanya ketidakcermatan dan ketidakpastian hukum pada Pertimbangan Surat Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Lampung Timur tanggal 13 Desember 2000,” kata anggota Ombudsman RI, Ahmad Su’aedi di kantornya, Jumat 13 Desember 2019.
Surat pertimbangan itu, kata Ahmad, dianggap tidak sesuai dengan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000. Surat tersebut juga merupakan dasar dari deklarasi damai pada 20 Februari 2019 yang melibatkan DPRD Lampung Timur, serta Kementerian Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan, Komnas HAM, dan LPSK. Sehingga deklarasi itu dianggap telah melanggar secara administratif.
Alasan lain, menurut Ahmad, Komnas HAM dan LPSK telah melakukan diskriminasi dalam memberikan bantuan media dan psikososial hanya kepada 11 korban pelanggaran HAM berat Talangsari dari 15 orang menurut laporan Komnas HAM. “Padahal jumlah korban pelanggaran HAM yang berat di dusun Talangsari lebih dari 15 orang.”
Ombudsman menyatakan baik pemerintah mau pun pemerintah daerah telah lalai memberikan pemenuhan pelayanan publik secara maksimal di wilayah terjadinya pelanggaran HAM berat. Ombudsman mendorong agar pemerintah melakukan perbaikan dan perlindungan kepada korban, sebagaimana diatur dalam Pasal 47 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.
Inisiator deklarasi damai dalam kasus Talangsari 1989 adalah Tim Terpadu Penangan Pelanggaran HAM dari Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan. Deklarasi digelar di Dusun Talangsari Way Jepara Subing Putra III, Desa Rajabasa Lama, Labuhan Ratu, Lampung Timur.
Deklarasi Talangsari menuai polemik, salah satunya karena keluarga korban peristiwa Talangsari merasa tak dilibatkan dalam deklarasi damai tersebut. Begitu pula dengan Aktivis HAM Usman Hamid yang menyebut deklarasi justru menguntungkan para pelaku pelanggaran HAM.
Keduanya kemudian meminta agar penyelidikan kasus Talangsari harus terus berlanjut. "Jangan sampai dengan adanya deklarasi damai yang dilakukan para aparatur negara itu menjadi penghalang atas perjuangan kami mendapatkan keadilan. Itu menjadi harapan kami," kata salah seorang keluarga korban, Nurdin, di Kantor Komnas HAM, Jakarta, Rabu 6 Maret 2019.
FIKRI ARIGI | EGI ADYATAMA