TEMPO.CO, Jakarta - Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet) mendesak pemerintah mencabut pemblokiran internet alias bandwidth throttling di Papua dan Papua Barat. Menurut SAFEnet kebijakan itu telah mengganggu akses masyarakat terhadap layanan publik dan informasi.
"Kami minta #NyalakanLagi internet di Papua dan Papua Barat agar kegelapan sirna di sana," kata koordinator regional SAFEnet Damar Juniarto dalam keterangan tertulis Selasa, 27 Agustus 2019.
Bandwidth throttling adalah pelambatan akses internet oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika. Kebijakan ini sempat dilakukan saat aksi kerusuhan 22 Mei 2019. Kebijakan ini juga dilakukan di Papua dan Papua Barat saat terjadi kerusuhan di wilayah itu sejak 19 Agustus 2019.
Kominfo berdalih kebijakan ini dilakukan untuk menghambat penyebaran hoaks yang dapat memicu kerusuhan lebih luas. Di Papua, kebijakan ini bahkan dilakukan dengan memutus sama sekali akses internet.
Damar menyayangkan tidak adanya pemberitahuan awal mengenai pemutusan internet kepada warga yang terkena dampak. Gara-gara hal itu, masyarakat menjadi kebingungan. Menurut Damar, seharusnya pemerintah dapat memberitahu mengenai kebijakan ini melalui pesan singkat. "Saya mengusulkan ada SMS blast ke warga agar warga mafhum," kata dia.
Damar juga menyayangkan tidak adanya prosedur operasional standard dalam melakukan pemutusan internet. Ini membuat layanan publik seperti Badan Penyelenggara Jaminan Sosial online dan layanan ojek online tak bisa diakses warga.
Damar menganggap kebijakan ini bukan sekedar pembatasan akses internet. Namun, Papua seakan digelapkan dari dunia luar.