TEMPO.CO, Jakarta - Panitia seleksi calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi mengatakan akan membuat sistem ranking dalam menentukan sepuluh nama calon yang dinilai terbaik. Menurutnya sistem ranking digunakan untuk menyiapkan calon pimpinan cadangan seandainya ada salah seorang dari sepuluh nama yang terpilih tiba-tiba berhalangan.
“Biasanya 10 nama yang kami kirim tapi harus tetap ada proses record, misalnya urutan ke 11,12,13 itu siapa,” ujar anggota Pansel, Hamdi Muluk di Gedung Lemhannas, Jumat 9 Agustus 2019. “Nanti soalnya kalau ada yang meninggal itu diambil dari yang mana, dulu kalau yang KPU kan begitu tuh ada yang meninggal diambil dari urutan ke-11 kan.”
Pansel nantinya akan memilih berdasarkan seluruh rangkaian tes. Hasil dari keseluruhan tes akan dikombinasikan ditambah data-data seperti rekam jejak. Semua itu nanti akan menjadi bahan pertimbangan Panitia.
Menurutnya keputusan ini bukan hanya dipengaruhi oleh nilai tes. Namun juga mempertimbangkan catatan-catatan lain. Aspek lain seperti kejiwaan misalnya, menurut Hamdi, akan sangat mempengaruhi. Bisa jadi nilai baik dapat dipotong akibat, aspek-aspek itu.
“Nilai itu masalah indeks metodologi loh. Kadang kalau melakukan indexing nilainya kadang-kadang misal total skor 300 dimulai dari 200 sampai kisaran 700 tapi itu kan meaningless,” ucap dia.
Panitia akan memilih sepuluh dari peserta yang ada. Sesuai dengan Pasal 30 Ayat 7 poin 2 Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang KPK bahwa panitia seleksi menyampaikan sebanyak dua kali dari jumlah jabatan yang ditentukan.
Nantinya nama-nama ini akan diberikan kepada Presiden pada 2 September 2019, dan Presiden menyerahkannya kepada Dewan Permusyawaratan Rakyat. DPR lalu menetapkan lima di antara sepuluh nama tersebut.
“Kami berharap tanggal 31 Agustus kami sudah dapat sepuluh (orang) dan tanggal 2 September, sepuluh (orang) itu kami serahkan ke presiden. Kemudian tergantung presiden mau nyampaikan namanya atau langsung presiden ke DPR,” tutur Ketua Pansel, Yenti Garnasih.
FIKRI ARIGI