TEMPO.CO, Jakarta - Partai Persatuan Pembangunan (PPP) menginginkan sistem perhitungan suara dalam pemilihan legislatif 2024, dikembalikan ke sistem kuota hare alias tidak lagi saint lague seperti pileg 2019.
"Selain itu, kami ingin perbaikan sistem pemilu di Indonesia dengan memisahkan pelaksanaan pileg dan pilpres (pemilihan presiden)," ujar ketua panitia Mukernas PPP, Rusli Effendi membacakan hasil Mukernas PPP di Hotel Ledian, Serang, Banten pada Sabtu, 20 Juli 2019.
Mukernas PPP yang digelar pada 19-20 Juli 2019, mengevaluasi penyebab perolehan suara partainya anjlok dalam pemilihan umum 2019. Menurut Sekretaris Jenderal PPP Arsul Sani, partai menilai salah satu penyebab krusial turunnya kursi PPP di parlemen akibat metode perhitungan suara Saint Lague yang diberlakukan dalam pemilu 2019.
"Kalau dengan metode sebelumnya, dengan kuota hare itu, PPP tidak 19 kursi, tapi mendapat 26 kursi di parlemen," ujar Arsul Sani di lokasi yang sama.
Sainte Lague murni merupakan metode nilai rata-rata tertinggi yang digunakan untuk menentukan jumlah kursi yang telah dimenangkan dalam suatu pemilihan umum. Sementara kuota hare yang digunakan di dalam sistem pemungutan suara yang dapat dipindahtangankan dan juga dalam sistem pemilu yang menggunakan kuota minimal. Sistem ini dinilai lebih menguntungkan partai-partai kecil.
Raihan suara PPP pada Pemilu 2019 mengalami penurunan yang cukup signifikan dari tahun 2014. Saat Pemilu 2014, partai berlambang ka'bah itu mendapatkan 8.157.488 atau 6,53 persen suara. Namun saat Pemilu 2019, hanya mendapatkan 6.323.147 atau 4,52 persen suara. Sementara di parlemen, PPP mendapat 39 kursi pada 2014. Sedangkan pada 2019, kursi PPP merosot jauh menjadi 19 kursi di parlemen.