TEMPO.CO, Jakarta - Terdakwa kasus suap proyek PLTU Riau, Idrus Marham akan menjalani sidang pembacaan vonis dalam kasus suap proyek PLTU Riau-1 hari ini. Sidang akan berlangsung di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Selasa, 16 April 2019. "Jadwalnya hari ini," kata jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi, Lie Setiyawan saat dihubungi.
Baca: Idrus Marham Dituntut 5 Tahun Penjara
Dalam kasus ini, jaksa KPK menuntut Idrus selaku pelaksana tugas Ketua Umum Partai Golkar dihukum lima tahun penjara dan denda Rp 300 juta subsider 4 bulan kurungan. Jaksa menyatakan Idrus terbukti menerima suap Rp 2,25 miliar dari pemilik saham Blackgold Natural Resources Limited, Johannes Budisutrisno Kotjo. Idrus didakwa bersama-sama dengan mantan Wakil Ketua Komisi Energi DPR, Eni Maulani Saragih. Eni merupakan anggota Fraksi Partai Golkar.
Eni sudah divonis 6 tahun penjara dalam kasus ini, sementara Kotjo divonis 4,5 tahun penjara di tingkat banding. Jaksa menyatakan Kotjo terbukti menyuap Eni Rp 4,75 miliar agar dibantu untuk mendapatkan proyek PLTU Riau-1.
Menurut jaksa, sebagian uang suap yang diterima Eni diserahkan Kotjo atas sepengatahuan Idrus. Idrus saat itu menjabat Plt Ketua Umum Golkar menggantikan Setya Novanto yang terjerat kasus korupsi proyek e-KTP.
Jaksa menyatakan Idrus berperan atas pemberian uang dari Kotjo yang digunakan untuk membiayai musyawarah nasional luar biasa (Munaslub) Partai Golkar. Mantan Menteri Sosial itu juga disebut meminta agar Kotjo membantu pendanaan suami Eni Saragih dalam pemilihan kepala daerah Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah.
Dalam pledoinya, Idrus meminta majelis hakim membebaskannya dari semua dakwaan. Dia mengatakan tidak sedikit pun pernah meminta uang dari proyek PLTU Riau-1 kepada Eni. "Saya memohon kepada majelis hakim yang mulia untuk menolak semua dakwaan dan tuntutan jaksa penuntut umum," kata Idrus.
Baca: Reaksi Sofyan Basir saat Dicecar Hakim Soal Janji Fee PLTU Riau-1
Idrus mengatakan tidak memiliki kepentingan dalam proyek mulut tambangPLTURiau-1. Ia juga menyebut tidak memiliki kepentingan politis terkait penyelenggaraan Munaslub Partai Golkar, lantaran ia bukan salah satu calon ketua umum.