TEMPO.CO, Jakarta - Calon wakil presiden nomor urut 01 Ma'ruf Amin menilai Komite Khittah Nahdlatul Ulama (NU) tidak berhak mendesak digelarnya Muktamar Luar Biasa NU untuk mengganti kepengurusan Pengurus Besar NU di bawah kepemimpinan Said Aqil Siradj.
Baca: Alasan Komite Khittah Mendesak Muktamar Luar Biasa NU
"Siapa yang menuntut itu? Komite Khittah itu siapa?" ujar Ma'ruf Amin di Hotel Bidakara, Jakarta pada Rabu, 6 Maret 2019.
Menurut Ma'ruf, yang berhak menuntut pergantian kepemimpinan PBNU (Pengurus Besar NU) hanyalah pengurus cabang dan wilayah. "Wong cabangnya enggak nuntut, wilayah enggak nuntut, terus dia bikin komite sendiri, terus nuntut, itu kan tidak organisatoris," ujar Ma'ruf.
Sebelumnya, Komite Khittah NU mendesak segera digelar Muktamar Luar Biasa NU untuk mengganti kepengurusan yang ada sekarang ini. Juru bicara Komite Khittah Nahdlatul Ulama (NU) Choirul Anam menilai Ketua Umum PBNU Said Aqil Siradj dan mantan Rais Aam Ma'ruf Amin melanggar Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga organisasi.
Ketentuan organisasi yang dilanggar Ma'ruf, menurut Choirul, adalah menerima tawaran calon presiden Joko Widodo menjadi pasangannya maju di pemilihan presiden 2019. AD/ART NU secara eksplisit menyebutkan bahwa Rais Aam dan Ketua Umum PBNU dilarang terlibat langsung maupun tak langsung dalam politik praktis.
Baca: Putri Gus Dur Minta Komite Khittah NU Menunggu Muktamar 2020
“Setelah terpilih (dalam muktamar), Rais Aam dibaiat dan disumpah untuk bersedia memimpin NU sampai akhir periode,” ujar Choirul saat ditemui Tempo di Surabaya pada akhir pekan lalu. Sekarang, di daerah-daerah ada kontrak jam’iyah bahwa pengurus NU wajib menjaga khittah.
Choirul menuturkan Komite Khittah menganggap PBNU telah masuk terlalu jauh ke arena politik praktis. Bahkan, ujar dia, posisinya dikendalikan oleh partai politik pengusung Jokowi - Ma’ruf, khususnya Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). “NU saat ini dimanajemen seperti partai,” kata mantan Ketua PKB Jawa Timur di era Abdurrahman Wahid itu.
Choirul mengklaim banyak kiai kultural NU yang kecewa dengan sikap organisasi. Mereka membentuk Komite Khittah sejak sekitar tiga bulan lalu untuk mendesak digelarnya muktamar luar biasa. Beberapa kiai sepuh yang terlibat dalam Komite Khittah, kata dia, yakni pengasuh Pondok Pesantren Tebuireng Jombang, Salahuddin Wahid, dan mantan Menteri Agama era Presiden Gus Dur, Tolchah Hasan.
Baca: Selain Komite Khittah, Desakan MLB NU Disuarakan Lewat PPKN
Mantan Ketua Umum Partai Kebangkitan Nasional Ulama (PKNU) ini mengatakan bahwa wacana muktamar luar biasa akan terus digelindingkan. Setelah pertemuan di Halaqah V di Pondok Pesantren At-Taqwa, Cabean, Kabupaten Pasuruan pada akhir bulan lalu, bakal dilanjutkan dengan pertemuan di Bandung pada 14 Maret. “Solusi untuk membawa NU kembali ke jalur Khittah 1926, ya, hanya lewat MLB (muktamar luar biasa). Secepatnya.”