TEMPO.CO, Bandung - Ketua Komisi Pemilihan Umum Jawa Barat Rifqi Ali Mubarok mengatakan, lembaganya menjamin tidak ada warga negara asing (WNA) yang masuk dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) di Jawa Barat. Ia menjelaskan proses penyusunannya sudah dilakukan KPU bersama Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
Baca: Soal WNA Masuk DPT Pemilu, Ini Klarifikasi Kemendagri
“Kita pastikan DPT di Jawa Barat sudah memenuhi syarat, sudah akurat, karena proses penyusunan dilakukan kolektif. Tidak hanya oleh KPU tapi juga dengan Bawaslu di semua jenjang, level, dari tingkat kelurahan sampai provinsi. Sehingga proses penyusunan ini terus dikawal oleh KPU dan Bawaslu sehingga tingkat akurasinya bisa dipertanggungjawabkan,” kata dia saat dihubungi Tempo, Rabu, 27 Februari 2019.
Rifqi mengatakan, validitas data DPT juga terus dikonsolidasikan dengan Dinas Kependudukan Dan Catatan Sipil sebagai pemilik data kependudukan. “Maka dipastikan tidak ada WNA yang masuk DPT. Kasus Cianjur itu bukan WNA yang masuk, tapi kesalahan NIK yang kebetulan milik WNA. Tetapi yang masuk DPT itu Bahar, bukan WNA itu,” kata dia.
Rifqi mengatakan, pada hari pencoblosan juga akan dipastikan tidak ada WNA yang bisa mencoblos. “Di TPS tidak hanya petugas kami, tapi ada pengawas TPS yang mengawasi proses pemungutan suara, ada saksi masing-masing peserta pemilu, ada masyarakat sekitar juga," ujarnya.
Baca: Warga Negara Cina Terdaftar di DPT Pemilu 2019
Ia menambahkan, pengawasan juga akan dilakukan pada saat hari H pencoblos. "Kalau ditemukan orang yang akan memilih pakai KTP akan kami coba akurasi lagi dengan teliti,” katanya.
Rifqi membenarkan KPU Cianjur sempat mendatangi KPU Jawa Barat. Dia menampik sengaja memangil KPU Cianjur. “Cuma KPU Cianjur ingin menyampaikan laporan saja secara lisan, supaya jelas,” kata dia.
Rifqi mengatakan, kasus NIK WNA yang tercantum dalam DPT di Cianjur disebutnya data anomali. “Data anomali adalah ditemukan NIK ganda, satu NIK kemudian dimiliki dua orang, hanya ternyata NIK ini dipakai untuk data WNA. Yang tercantum di DPT kita NIK tersebut atas nama WNA, bukan atas nama WNI,” kata dia.
Menurut Rifqi, kasus NIK WNA di DPT yang terjadi di Cianjur, tidak berbeda dengan kasus data NIK ganda yang hingga kini masih ditemukan. KPU, sampai tanggal 30 Maret 2019, masih terus melakukan pemutakhiran data pemilih menghadapi perubahan data pemilih yang dinamis. Setiap hari, misalnya, ada pemilih yang meninggal dunia, pindah domisili, pindah mencoblos, hingga pemilih yang belum masuk DPT. “Perbaikan sampai tanggal 17 Maret 2019, 30 hari sebelum pencoblosan. Data terakhir itu akan dipakai untuk menyusun C6, surat undangan (mencoblos),” kata dia.
Terkait kasus Cianjur, KPU memastikan sudah melakukan perbaikan DPT. “NIK yang di DPT itu harus diperbaiki, harus disesuaikan dengan NIK yang dimiliki oleh yang bersangkutan yang tercantum di DPT, yaitu Bahar. Bahar itu betul orangnya ada, alamatnya betul, yang salah NIK-nya. Terkait data itu, berdasarkan Surat Edaran KPU, maka KPU harus memperbaiki NIK Bahar, disesuaikan dengan NIK yang tercantum di KTP Bahar,” kata Rifqi.
Rifqi mengatakan, dalam kasus di Cianjur ini, NIK ganda ternyata tidak hanya terjadi untuk data WNI dengan WNI saja. “Kemudian kita menemukan NIK ganda ini ternyata bisa antara NIK WNA dan WNI,” kata dia.
Rifqi mengatakan, KPU Cianjur juga sudah memeriksa seluruh NIK WNA yang ada di daerah itu. Seluruhnya ada 17 WNA yang memiliki NIK. Dari 17 WNA di Cianjur yang memiliki kartu identitas dengan NIK itu, tiga warga Cina, sisanya campuran. “Sisanya macam-macam ada dari Rusia, Mesir, Arab. Kita sudah cek semua 17 ini, enggak ada yang masuk DPT,” kata dia.
Rifqi mengaku masih belum diketahui penyebab masuknya NIK WNA dalam daftar DPT di Cianjur. “Kita belum tahu penyebabnya. Pada prinsipnya KPU itu user, pengguna, data kependudukan itu diterima dari pemerintah kemudian disandingkan dengan data Pemilu sebelumnya. Proses penyandingan ini yang terus menerus dilakukan. Dari proses ini pasti kita akan menemukan data yang tidak akurat. NIK yang ganda, banyak ditemukan dalam proses pemutakhiran data pemilih, termasuk data nama yang tidak sesuai, atau alamat tidak jelas, itu yang diperbaiki,” kata dia.
Rifqi mengatakan, sambil menelusuri penyebabnya, KPU terus memastikan tidak DPT akurat. “Yang penting tidak ada WNA yang masuk DPT, kalau pun ada masalah, tinggal perbaiki saja. Kalau terus mencari kesalahan dimana, nanti saling lempar. Updating data pemilih terus dilakuan. Ini bagian dari itu sebetulnya, cuman jadi mencuat karena ditemukan WNA,” kata dia.
Rifqi berharap pemerintah secepatnya mencari solusi agar ada pembeda antara NIK WNI dan WNA. “Kalau bisa digitnya dibedakan. Sehingga NIK WNA tidak mungkin masuk sistem kalau digitnya berbeda. Saya juga baru tahu kalau digitnya sama,” kata dia.
Ketua Bawaslu Jawa Barat Abdullah mengatakan, laporan sementara yang diterima, kasus Cianjur tersebut terjadi akibat salah input data NIK. “Kalau dari pengakuan KPU itu karena NIK atas nama Bahar, ter-input NIK orang asing. Itu hasil pencermatan Bawaslu Cianjur,” kata dia saat dihubungi Tempo, Rabu, 27 Februari 2019.
Abdullah mengatakan, pada kasus ini KPU sudah diminta melakukan perbaikan data pemilih. “Rekomenadi kami, itu harus diperbaiki data tersebut,” kata dia.
Abdullah mengatakan, dengan adanya kasus ini, KPU diminta agar lebih cermat lagi melakukan perbaikan data pemilih dalam DPT. “Agar juga hal-hal seperti ini tidak terjadi lagi. Memang di Undang-Undang Administrasi Kependudukan, dimungkinkan orang asing memiliki KTP, tapi berbatas waktu. Hanya saja ini sudah diperjelas oleh KPU kalau orang asing tidak akan masuk sebagai pemilih,” kata dia. “Kita juga belajar dair kasus ini, penting kemudian melakukan pencermatan kembali.”
Baca: Kisruh Warga Cina di DPT, KPU Cianjur Segera Koreksi NIK Bahar
Abdullah mengatakan, Bawaslu memastikan terus melakukan pengawasan dalam pemutakhiran data pemilih tersebut. “Kita lakukan pengawasan melekat juga. Fungsi pengawasan ini untuk memastikan seluruh yang punya hak pilih, tercatat dalam daftar pemilih. Kerja KPU dalam pemutakhiran data pemilih harus betul-betul memastikan warga negara yang sudah memiliki hak pilih, agar tercantum dalam DPT untuk menjaga hak konstitusi warga,” kata dia.