TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) berpendapat visi misi Prabowo - Sandiaga dalam hal penuntasan masalah HAM masih normatif.
Baca: Bedah Visi Misi Jokowi, Komnas HAM Soroti 4 Kasus Ini
"Isu HAM tidak muncul secara lebih spesifik, bahasa itu normatif sekali. Ada penghormatan terhadap hukum dan pemajuan HAM misalnya. Tapi tak ada strategi konkret," kata Ketua Tim Pemantau Pemilu 2019 Komnas HAM, Hairansyah, seusai acara bedah visi-misi paslon nomor urut 02 di gedung Komnas HAM, Jakarta, Rabu, 20 Februari 2019. "Kan harus beranjak dari situasi nyata yang saat ini. Ingin menyelesaikan itu seperti apa."
Menurut Hairansyah, baik Prabowo - Sandiaga maupun partai koalisi pendukungnya harus lebih meyakinkan publik dengan strategi-strategi nyata dalam penanganan masalah HAM.
Ia mengatakan kubu 02 perlu lebih meyakinkan masyarakat bahwa mereka tak akan terikat konflik kepentingan jika terpilih dalam Pilpres 2019. "Ini yang harus dipastikan betul oleh koalisi pendukungnya. Bahwa mereka tidak akan mengulang kembali kesalahan-kesalahan kekuasaan sebelumnya berkaitan dengan penegakan HAM. Konflik kepentingan itu harus dijelaskan secara baik dalam sistem," ujarnya.
Dalam bedah visi-misi itu, Juru Bicara Direktorat Advokasi Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo - Sandiaga, Habiburokhman, mengatakan langkah konkret yang akan mereka ambil dalam penegakan hukum dan HAM adalah memastikan bahwa Jaksa Agung bukan kader partai politik dan tidak memiliki kedekatan dengan sebuah partai politik.
"Bicara hukum dan HAM adalah dua hal yang saling berkaitan. Misalnya, sekarang (pemerintahan Joko Widodo) ada satu pihak mengatakan suatu kasus memiliki bukti kuat untuk ditingkatkan ke penyidikan tapi Jaksa Agung tidak menindaklanjutinya. Karena ada tuduhan-tuduhan kedekatan dengan pihak tertentu di kasus pelanggaran HAM masa lalu," kata Habiburokhman.
Ia mengatakan jika Jaksa Agung berasal dari kalangan yang independen dan profesional, maka tuduhan kedekatan itu dengan mudah dapat dipatahkan.
Menurut Hairansyah, penanganan HAM tidak sesederhana penunjukan Jaksa Agung dari kalangan non-partai politik. Ia mengatakan permasalahan HAM masih memiliki problem seperti Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 dan UU 26 Tahun 2000 tentang HAM yang menurutnya bolong-bolong. Selain itu, ia mengatakan kewenangan antar lembaga saat ini dinilai belum cukup kuat.
Simak juga: Komnas HAM: Visi Misi Jokowi Soal Kasus HAM Berat Masa Lalu Sumir
"Itu juga harus digali, jadi tidak hanya bicara siapa orangnya. Tapi sistem yang mendukung ini juga harus dilakukan perubahan. Kalau hanya bicara satu isu saja soal personal, itu tidak menyelesaikan persoalan," kata Hairansyah.