Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Akar Kekerasan Seksual, Belajar dari Kasus Agni UGM

image-gnews
Ilustrasi Kita Agni, kasus pemerkosaan Mahasiswi UGM. shutterstock.com
Ilustrasi Kita Agni, kasus pemerkosaan Mahasiswi UGM. shutterstock.com
Iklan

TEMPO.CO, Jakarta - Sri Wiyanti Eddyono, anggota Komite Etik Universitas Gadjah Mada atau UGM Yogyakarta menjelaskan akar persoalan ketidaksetaraan antara-penyintas dan pelaku dalam dugaan kasus pelecehan seksual yang menimpa Agni (bukan nama sebenarnya). Agni merupakan mahasiswi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik kampus tersebut.

Baca juga: Kasus Agni UGM, Korban Disalahkan Hingga Depresi

Dosen Fakultas Hukum UGM ini berpendapat terjadi pelecehan seksual berdasarkan pada perbuatan inkonsensual (tanpa persetujuan). Pendapat itu mengacu pada dokumen, kronologi peristiwa, keterangan kedua belah pihak, dan hasil tim investigasi UGM.

Menurut Sri, Komite Etik berkesempatan bertemu dengan Agni dan pelaku yang berinisial HS. Mereka mempelajari dokumen kronologis dari kedua belah pihak. “Dari proses tersebut pelaku mengakui telah melakukan perbuatan asusila tanpa seizin penyintas dan karenanya bersedia menyampaikan permohonan maaf secara tertulis,” kata Sri Wiyanti, Ahad, 10 Februari 2019.

Menurut Sri, ada perbedaan dan persamaan penggambaran apa yang terjadi dari kedua belah pihak. Situasi yang digambarkan oleh kedua pihak dalam kronologis itu diberikan kepada Komite Etik. Menurut Sri, persamaannya adalah penyintas dalam keadaan tertidur, pelaku mulai melakukan perbuatannya tanpa meminta ijin kepada penyintas. Perbedaannya adalah pada penggambaran apa yang terjadi sesudah itu.

Kepada Tim Etik Agni menuliskan, "Saya ketakutan dan merasa tahu apa yang terjadi selanjutnya, tetapi badan saya kaku dan tidak bergerak. Saya ingin melepaskan diri tapi merasa tidak ada daya. Saya bingung harus bagaimana sebab kalau teriak. Saya takut apabila berteriak, justru dampaknya lebih buruk."

Sementara itu, pelaku menyebut penyintas tidak menunjukkan tanda-tanda menolak dan menganggap penyintas meresponnya. Karena anggapan itu pelaku melanjutkan perbuatannya. Pelaku menyebut, "Waktu itu saya berpikir dia bangun dan sadar atau tahu apa yang terjadi, namun tidak ada penolakan sama sekali."

Menurut Sri, kondisi yang Agni dan HS sampaikan dalam beberapa studi terjadi pada kasus-kasus sejenis. Perempuan merasa tidak berdaya untuk menolak. Sedangkan, laki-laki merasa perempuan tidak menolak.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Menurut Sri, kata-kata yang dipakai sendiri oleh pelaku ‘saya berpikir’ menunjukkan pelaku berbuat karena asumsinya bahwa pihak penyintas yang awalnya diam setuju. Pelaku tidak berpikir bahwa penyintas diam karena takut. “Persepsi yang berbeda ini sesungguhnya dipengaruhi oleh stereotip gender yang terjadi dalam budaya patriarki,” kata dia.

Dampak dari budaya itu, menurut Sri, adalah persepsi laki-laki yang mendominasi kenyataan. Masyarakat memberikan keistimewaan kepada laki-laki untuk mengira bahwa persepsinya adalah kenyataan. Dalam budaya patriarki yang kuat, jika kekerasan seksual terjadi, maka serta merta laki-lakilah dianggap sumber informasi yang paling dipercaya.

Baca juga: Anggota Komite Etik UGM Kecewa Soal Rekomendasi Kasus Agni

Dampak lanjutannya, kata Sri Wiyanti adalah apa yang disampaikan oleh perempuan terkait dengan pengalaman kekerasan seksual yang dialaminya tidak dipercaya. "Diamnya perempuan wujud kebingungan terhadap situasi yang tidak diduga, tidak diterima oleh laki-laki, dan masyarakat," ujar Sri.

Pengalaman perempuan dipertanyakan. Apalagi jika laki-laki yang melakukan kekerasan tidak mengakui perbuatannya. Selain itu, kata Sri, jika pelaku mengakui, tapi disertai alasan yang didasarkan pada persepsi pribadinya terhadap respon korban, maka pengakuan itu dianggap sesuatu yang luar biasa, bahkan menjadi pembelaan.

Pandangan yang sangat bias gender itu, kata Sri Wiyanti terlihat dengan sikap meletakkan kesalahan kepada perempuan sebagai perbuatan yang berkontribusi terhadap kejahatan yang dilakukan oleh laki-laki. Pada studi-studi di Indonesia dan negara lain ditemukan kekerasan seksual terjadi pada orang yang dikenal, yang memiliki relasi apakah pertemanan, persaudaraan, atau relasi-relasi sosial lainnya.

Keadaan tidak disangka ini terjadi pada situasi yang pada umumnya dalam ruang-ruang privat atau dengan kata lain tidak ada yang menyaksikan perbuatan tersebut. Adanya situasi itu seringkali dipandang sebagai perbuatan yang dilakukan sebagai ‘suka sama suka’. “Unsur paksaan seolah tidak ada dan paksaan selalu dianggap sesuatu yang bersifat fisik,” kata Sri Wiyanti.

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Fakultas Filsafat UGM Dalami Dugaan Kekerasan Seksual Mahasiswa dengan Korban 8 Orang

4 jam lalu

Universitas Gadjah Mada (UGM) di Yogyakarta. (FOTO ANTARA)
Fakultas Filsafat UGM Dalami Dugaan Kekerasan Seksual Mahasiswa dengan Korban 8 Orang

Fakultas Filsafat UGM menunggu laporan dari para korban untuk penanganan yang lebih tepat dan cepat.


Penanganan Stroke Saat Golden Period, Ini yang Harus Dilakukan

19 jam lalu

Gejala stroke pada wajah yang perlu diwaspadai di antaranya kesulitan tersenyum hingga keluar air liur. Berikut penjelasan lengkapnya. Foto: Canva
Penanganan Stroke Saat Golden Period, Ini yang Harus Dilakukan

Kenali tanda-tanda stroke, dan dalam 3 jam pertama atau golden period untuk memaksimalkan peluang pemulihan. Ini yang harus dilakukan.


UGM dan UI 'Jewer' Lagi Jokowi dengan 3 Poin Kampus Menggugat dan 7 Pokok Seruan Salemba

22 jam lalu

Presiden Joko Widodo mengamati kebun tebu Temugiring PTPN X Batankrajan,  Gedeg, Mojokerto, Jawa Timur, Jumat 4 November 2022. Kunjungan tersebut dalam rangka meninjau tebu varietas unggul terbaru (tebu NX-04) yang diharapkan dapat mewujudkan swasembada gula dalam lima tahun ke depan. ANTARA FOTO/Umarul Faruq
UGM dan UI 'Jewer' Lagi Jokowi dengan 3 Poin Kampus Menggugat dan 7 Pokok Seruan Salemba

UGM dan UI kembali "menjewer" Jokowi Terbaru adalah Kampus Menggugat dan Seruan Salemba, Berikut poin-poin tuntutan mereka.


Wabah Antraks Gunungkidul, Apa Penyebabnya?

1 hari lalu

Petugas Dinas Pertanian dan Perikanan Kabupaten Sukoharjo menyuntikan vitamin dan vaksin antraks untuk sapi ternak warga pada kegiatan Vaksinasi Antraks di desa Karanganyar, Weru, Sukoharjo, Jawa Tengah, Selasa, 11 Juli 2023. Penyaluran vaksin sebagai langkah pencegahan penyebaran virus antraks (Bacillus Anthracis). ANTARA/Mohammad Ayudha
Wabah Antraks Gunungkidul, Apa Penyebabnya?

Wabah Antraks melanda Gunungkidul dan Sleman, Yogyakarta. Apa Penyebabnya?


Politik Dinasti Jokowi Ramai-ramai Disorot Pengamat Politik, Pakar Hukum Tata Negara sampai Media Internasional

2 hari lalu

Ilustrasi: Tempo/Dianka Rinya
Politik Dinasti Jokowi Ramai-ramai Disorot Pengamat Politik, Pakar Hukum Tata Negara sampai Media Internasional

Politik dinasti Jokowi kembali disorot setelah Gibran jadi cawapres, Bobby Nasution niat maju Gubernur Sumatera Utara, pun Kaesang dan Erina Gudono.


Sebulan Usai Coblosan Pemilu 2024: Jokowi Banjir Kritikan, Lonjakan Suara PSI, Hak Angket dan Gugatan ke MK Bergulir

2 hari lalu

Presiden Jokowi bersama rombongan terbatas termasuk Menteri Pertahanan Prabowo Subianto bertolak menuju Jawa Timur untuk kunjungan kerja, Lanud TNI AU Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, Jumat, 8 Maret 2024. Foto Biro Pers Sekretariat Presiden
Sebulan Usai Coblosan Pemilu 2024: Jokowi Banjir Kritikan, Lonjakan Suara PSI, Hak Angket dan Gugatan ke MK Bergulir

Banyak fenomena politik pasca Pemilu 2024 mulai Jokowi banjir kritikan, lonjakan suara PSi, hak angket DPR dan gugatan ke MK siap bergulir.


Tak Kendur Guru Besar UGM dan UI Kritisi Jokowi, Kampus Menggugat dan Seruan Salemba Menguat

3 hari lalu

Guru Besar Antropologi Hukum Fakultas Hukum UI, Sulistyowati bersama akademisi membacakan Seruan Salemba 2024 temu ilmiah Universitas memanggil bertema Menegakan Konstitusi Memulihkan Peradaban dan Hak Kewargaan di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, 14 Maret 2024. Sejumlah Guru Besar dan akademisi dari berbagai peguruan tinggi berkumpul untuk menyuarakan
Tak Kendur Guru Besar UGM dan UI Kritisi Jokowi, Kampus Menggugat dan Seruan Salemba Menguat

Setelah menggelar aksi yang melibatkan puluhan kampus pada akhir Januari lalu, kini UGM, UI, dan UII kembali kritisi Jokowi. Apa poin mereka?


Ahli Hukum Tata Negara Zainal Arifin Mochtar Usulkan Pengadilan Rakyat, Ini Alasannya

3 hari lalu

Pakar hukum tata negara yang juga dosen Universitas Gadjah Mada (UGM) Zainal Arifin Mochtar saat di Bandung, Jumat 23 Februari 2024. Foto: TEMPO| ANWAR SISWADI.
Ahli Hukum Tata Negara Zainal Arifin Mochtar Usulkan Pengadilan Rakyat, Ini Alasannya

Ahli Hukum Tata Negara UGM, Zainal Arifin Mochtar sebut pengadilan rakyat dalam deklarasi Kampus Menggugat. Begini balasan Moeldoko.


Rekomendasi 7 Tempat Ngabuburit di Yogyakarta

3 hari lalu

Masyarakat berdatangan ke Kampoeng Ramadhan Jogokariyan Masjid Jogokariyan. Dok. Istimewa
Rekomendasi 7 Tempat Ngabuburit di Yogyakarta

Ini sejumlah tempat menarik di Yogyakarta untuk ngabuburit


Berkali-kali UGM Kritik Jokowi, Petisi Bulaksumur sampai Kampus Menggugat

5 hari lalu

Civitas Akademika di Yogyakarta melakukan gerakan moral Kampus Menggugat di Balairung UGM, Selasa, 12 Maret 2024. Antaranews
Berkali-kali UGM Kritik Jokowi, Petisi Bulaksumur sampai Kampus Menggugat

UGM menjadi salah satu kampus yang menggelar aksi mengkritisi pemerintahan Jokowi sejak 2-3 bulan yang lalu. Apa saja aksi mereka?