TEMPO.CO, Yogyakarta - Keputusan Mahkamah Konstitusi atau MK yang menolak sengketa pemilihan presiden atau Pilpres 2024 menjadi keprihatinan publik. Pakar hukum dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Zainal Arifin Mochtar menilai putusan MK yang memenangkan pasangan nomor urut 02 Prabowo-Gibran seakan menegaskan bahwa MK masih menjadi lembaga yang sulit independen.
"Soal putusan MK itu kita semua paham, hakim sudah mengambil putusan dan menyelesaikan problem tapi pada saat yang sama kita bisa menilai apakah putusan itu baik atau tidak, benar atau tidak," kata Zainal dalam forum yang digelar di Fakultas Hukum UGM Selasa 23 April 2024.
MK, kata Zainal, memang tidak pernah bisa independen jika dihadapan dengan kepentingan politik. "(MK tak bisa independen) itu sudah terbukti berkali-kali, hakim MK itu sebenarnya ada tiga genre bagi saya sekarang," ujar dia.
Pertama, kata dia, ada genre hakim MK yang mau melakukan pembaruan atau istilah Zainal judicial heroes dalam pengertian akan berpikir dengan logika substantif.
Kedua, ada pula genre hakim MK yang betul-betul terpengaruh dengan kepentingan politik meskipun afiliasi ini belum tentu buruk.
"Tapi jika hakim ini terafiliasi dengan kepentingan politik, biasanya karena ada kedekatan (dengan parpol atau tokoh parpol tertentu," kata dia.
Ketiga, genre hakim MK yang hanya bermain aman alias di tengah-tengah antara kepentingan politik dan yang mau melakukan pembaruan alias mengambang.
"Putusan MK biasanya diambil berdasarkan kemampuan kelompok politik ini mendekati yang tengah," ujarnya. "Saya mengamati dari sekitar berapa tahun putusan MK terakhir selalu begitu, khusus untuk kasus-kasus yang berkaitan dengan politik."
Dia mencontohkan misalnya gugatan terhadap Undang-Undang KPK dan MD3 yang berkaitan dengan angket. Semua putusan MK itu dinilainya merupakan putusan garis tengah.
"Jadi akhirnya KPK bisa diangket sepanjang tidak mengangket penegakan hukumnya jadi betul-betul mencari garis tengah akhirnya hakim MK ini," kata dia.
Contoh lain adalah UU Cipta Kerja yang menuai polemik. "Awalnya UU Cipta Kerja itu ditolak tapi ada yang mau mempertahankan. Akhirnya dicari titik tengah. Makanya jadinya (perbandingan hakim setuju tak setuju) 5-4, lalu UU Cipta kerja tetap diberlakukan secara conditionally konstitusional," kata dia
Pun dengan putusan sengketa Pilpres, Zainal menduga MK juga sedang mencari titik tengah. Dia mengatakan tiga hakim MK menawarkan bukan pembatalan kemenangan Praowo-Gibran, tapi mengulang pemungutan suara beberapa provinsi yang bermasalah. Padahal, hal itu tidak dimohonkan oleh pemohon.
"Jadi seperti membangun logika sendiri, ya ini boleh tapi seakan-akan mencari logika sendiri di luar dari pemaparan yang dilakukan," kata dia.
Pilihan Editor: Unggah Foto Wajah Nyeleneh di IG Usai Putusan MK, Gibran Bilang Begini