TEMPO.CO, Jakarta - Sebanyak 262 orang musisi menyatakan menolak Rancangan Undang-Undang atau RUU Permusikan karena dianggap bisa menghambat dan membatasi proses kreasi mereka. “Kalau ingin musisi sejahtera, sebetulnya sudah ada UU Perlindungan Hak Cipta dan lain sebagainya dari badan yang lebih mampu melindungi. Jadi, untuk apa lagi RUU Permusikan ini," kata Danilla Riyadi seperti dikutip dari keterangan tertulis yang diterima di Jakarta pada Ahad, 3 Februari 2018.
Baca: RUU Permusikan Dinilai Berpotensi Membungkam Suara Musisi
Menurut Danilla Riyadi dan kawan-kawan ada sekitar 19 pasal RUU Permusikan yang bermasalah, mulai dari redaksional atau bunyi pasal, ketidakjelasan mengenai siapa dan apa yang diatur, hingga persoalan mendasar atas jaminan kebebasan berekspresi dalam bermusik.
Mereka juga menilai RUU itu dapat memarjinalisasi musisi independen karena pasal 10 yang mengatur distribusi karya musik tidak memberikan ruang kepada musisi mendistribusikan karya secara mandiri. Para musisi juga menyatakan keberatan terhadap sertifikasi dan uji kompetensi bagi musisi yang diterakan dalam RUU sehingga terasa mewajibkan.
Menurut Mondo Gascaro, sertifikasi musik umumnya bersifat opsional. Lembaga sertifikasi musik yang ada pun biasanya tidak memaksa pelaku musik untuk memiliki sertifikat.
Selain itu, pasal-pasal terkait uji kompetensi ini berpotensi mendiskriminasi musisi autodidak, karena mereka tidak dapat melakukan pertunjukan musik jika tidak mengikuti uji kompetensi. "Tujuan RUU ini jelas banget berpihaknya kemana, yang mau dipadamkan jelas kebebasan berekspresi, berkarya, dan berbudaya serta manfaat ekonomi yang bisa dihasilkan dari situ oleh individu-individu," kata Mondo.
Agustinus Panji Mardika, seorang peniup terompet yang tergabung dalam grup Pandai Besi dan Efek Rumah Kaca, menegaskan undang-undang tersebut merugikan karena membatasi proses kreasi. Selain itu pasal-pasal di dalamnya menimbulkan multitafsir akibat parameter yang tidak jelas.
Simak juga: Musisi: RUU Permusikan Membawa Kembali ke Jaman Orde Lama
Dia juga menyoroti pasal di RUU Permusikan yang berkaitan dengan penyelenggaraan musik. Disebutkan bahwa penyelenggaraan musik hanya bisa melalui lembaga yang memiliki izin. Hal ini akan menimbulkan monopoli.