TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko menegaskan bahwa pemerintah tidak akan memberi toleransi terhadap kelompok Mujahidin Indonesia Timur (MIT) pimpinan Ali Kalora. "Enggak ada toleransi. Enak saja. Tugas negara kan menciptakan rasa aman, kalau ada yang mengganggu ya harus dihabisin," kata Moeldoko di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Kamis, 3 Januari 2019.
Baca juga: 5 Fakta Kelompok Mujahidin Indonesia Timur yang Tembak 2 Polisi
Moeldoko mengatakan, Kepala Kepolisian RI Jenderal Tito Karnavian akan melakukan langkah taktikal untuk menghadapi kelompok yang dikomando Ali Kalora tersebut. Saat ini, kata Moeldoko, operasi Tinombala di Kabupaten Poso masih berjalan. Namun, Presiden Joko Widodo atau Jokowi meminta agar ada evaluasi terakhir.
Menurut Moeldoko, pengejaran kelompok MIT memang cukup sulit. Ia menceritakan, ketika masih menjabat sebagai Panglima TNI, anggotanya melakukan operasi gabungan bersama Polri. "Karena memang medannya itu, gunungnya bersaf-saf. Jadi, memang bagi kepolisian enggak gampang. Waktu itu kita mainkan TNI, karena memang itu, menurut saya area operasinya TNI," kat dia.
Kelompok Mujahidin Indonesia Timur (MIT) diduga bertahan hidup dengan berpindah-pindah tempat. Sejak pengamanan di Poso, Sulawesi Tengah, diperketat oleh satuan tugas Tinombala, kelompok teroris yang dipimpin Ali Kalora ini mencari logistik dari kampung-kampung di sekitarnya.
Setelah lama tak muncul, kelompok teror peninggalan Santoso ini kembali berulah dengan memutilasi seorang warga Dusun Salubose, Parigi Moutong, berinisial RB. Kepala penambang emas ini ditemukan di jembatan desa pada 30 Desember lalu. Sedangkan tubuhnya ditemukan di daerah pegunungan keesokan harinya. Polisi meyakini pelaku pembunuhan ini adalah Ali Kalora Cs dari kelompok Mujahidin Indonesia Timur.
Baca juga: 4 Pleton Brimob Buru Kelompok Mujahidin Indonesia Timur di Poso
Saat melakukan evakuasi, tim gabungan kepolisian diserang oleh kelompok Ali Kalora. Baku tembak terjadi. Kelompok teror juga melempar bom lontong. Dua orang polisi, yakni Brigadir Kepala Andrew Maha Putra dan Brigadir Kepala Baso, tertembak di bagian punggung, bahu, dan kaki. Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal Dedi Prasetyo menduga pembunuhan terhadap RB sengaja dilakukan untuk menciptakan keresahan dan teror dalam masyarakat.