TEMPO.CO, Jakarta - Partai Golkar enggan menanggapi sejumlah kicauan terdakwa kasus suap proyek Bakamla Fayakhun Andriadi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Rabu, 17 Oktober 2018 lalu.
Baca juga: TB Hasanuddin Minta Bantuan Fayakhun untuk Proyek Bakamla
Dalam sidang itu, Fayakhun menyebut dirinya menerima duit suap untuk kepentingan politik, salah satunya untuk mendapatkan kursi sebagai petinggi Partai Golkar lewat musyawarah nasional di Bali pada 2016 dan musyawarah daerah DPD Jakarta.
Kader Golkar itu juga menyebut sederet nama rekannya di pengurus Partai Golkar yang turut menerima uang terkait proyek di Bakamla.
Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto enggan menanggapi kicauan Fayakhun tersebut. "Malam ini kami istighosah dulu ya. Enggak berbicara yang lain," ujar Airlangga sambil menunduk dan terus berjalan, saat ditemui Tempo usai acara istighosah milad Golkar di kantor DPP Golkar, Jakarta pada Kamis malam, 18 Oktober 2018.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal Golkar, Lodewijk F. Paulus mengatakan, partainya akan membiarkan kasus tersebut tuntas di ranah hukum. "Pernyataan Pak Fayakhun itu tentunya harus dibuktikan di pengadilan. Jika ada yang terlibat, tentu akan dipanggil dan dikonfrontir sejauh mana kebenaranya di pengadilan," ujar Lodewijk kepada Tempo di lokasi yang sama.
Menurut Lodewijk, partainya tidak akan mengintervensi proses hukum yang telah berjalan di pengadilan. "Biarkan saja dulu. Karena ini kan orang berbicara di pengadilan, pertanggungjawabannya jelas. Dan apabila itu tidak benar, maka tentunya yang bersangkutan akan mendapatkan sanksi yang lebih berat lagi," ujar Lodewijk.
Baca juga: Kasus Bakamla, Fayakhun Yakin Pernah Serahkan Uang ke Irvanto
Fayakhun Andriadi didakwa menerima suap sebanyak US$ 911.480 dalam proyek Bakamla. Dia dituding menerima uang itu dari Fahmi Darmawansyah, selaku Direktur PT Merial Esa, penggarap proyek ini. Jaksa menyebut Fayakhun menerima uang itu sebagai imbalan atas jasanya meloloskan alokasi penambahan anggaran Bakamla dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2016.