TEMPO.CO, Jakarta - Kasus penghilangan paksa pada 1997-1998 masih terus dikejar oleh Paian Siahan. Dengan suara tertahan Paian mengisahkan putranya Ucok Munandar Siahaan yang menjadi korban penghilangan paksa pada periode itu.Ucok menjadi satu dari 23 orang yang diduga Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) dihilangkan paksa oleh alat negara.
Baca juga: 20 Tahun Reformasi, Sumarsih: Sayur Asam Tak Sempat Dimakan Wawan
Dia berhenti sejenak u ntuk mencari kata yang tepat menggambarkan perasaannya menjalani perjuangan 20 tahun mencari anaknya. Pencarian itu masih belum membuahkan hasil.
Padahal sembilan tahun lalu Panitia Khusus DPR untuk Penanganan Pembahasan Atas Hasil Penyelidikan Penghilangan Orang secara Paksa Periode 1997-1998 telah menerbitkan rekomendasi penyelesaian kasus tersebut kepada pemerintah.
"Sampai hari ini rekomendasi belum terlaksana. Kami sangat kecewa dan menderita," kata Paian di Kantor Komnas HAM, Jakarta, Jumat, 28 September 2018.
Paian semakin sedih lantaran kawan seperjuangannya tak banyak lagi. Beberapa di antara mereka tutup usia. Sebagian lainnya bertambah tua sehingga tak ada lagi tenaga. "Kami juga khawatir dengan kami sendiri, apakah masih ada kesempatan untuk mengetahui keberadaan anak kami," ujarnya.
Baca juga: 20 Tahun Reformasi, Cerita Yogya Plaza dan Korban Kerusuhan Mei
Paian berharap tahun ini ada secercah harapan untuk mengakhiri pencariannya. Dia tak mendesak pemerintah melaksanakan empat rekomendasi Pansus DPR yang diserahkan pada 2009 lalu. Dia hanya menuntut status anaknya ditetapkan pemerintah. "Masih hidup atau tidak," katanya.
Dia berharap pemerintahan Presiden Joko Widodo mampu melaksanakan permintaannya dalam waktu dekat. Di usianya yang semakin tua, Paian merasa terbebani dengan penghilangan paksa tersebut. "Setidaknya ada status yang jelas waktu kami meninggalkan dunia ini. Agar kami tentram," katanya.