TEMPO.CO, Jakarta - Korban selamat penghilangan pascaperistiwa periode 1997-1998, Mugiyanto, mendesak pemerintah mengambil langkah untuk menyelesaikan kasus tersebut. Ada dua tuntutan yang dia tujukan kepada Presiden Joko Widodo atau Jokowi.
Mugiyanto menuntut Jokowi memberikan status kependudukan kepada para korban yang belum ditemukan hingga saat ini. "Hidup atau mati statusnya," kata dia di Komnas HAM, Jakarta, Jumat, 28 September 2018.
Baca: Habibie Akan Serahkan Dokumen Tragedi Mei 1998 ke Jokowi
Menurut Mugiyanto, penetapan status kependudukan itu tak memerlukan tindakan khusus seperti menggelar pengadilan. Pemerintah bisa merujuk sejumlah dokumen seperti hasil penyelidikan Komnas HAM pada 2006 dan hasil persidangan 11 anggota Tim Mawar dari Kopassus Grup IV. Data pemeriksaan Dewan Kehormatan Perwira (DKP) yang menyebabkan Komandan Jenderal Kopassus saat itu, Letnan Jenderal Prabowo Subianto, dicopot pun bisa menjadi rujukan.
Tuntutan lainnya adalah mempercepat ratifikasi Konvensi Anti Penghilangan Paksa. Mugiyanto mengatakan dokumen ratifikasi saat ini masih berjalan di tingkat kementerian. Ia berharap Jokowi mendorong percepatan prosesnya agar bisa segera menerbitkan amanat presiden dan menyerahkannya ke DPR untuk disetujui.
Baca: Jokowi Bakal Percepat Penyelesaian Kasus HAM Masa Lalu
Mugiyanto mengatakan mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sudah pernah menyerahkan amanat presiden untuk menerbitkan ratifikasi. Namun saat itu DPR menolak. Dewan menilai ratifikasi masih perlu dibicarakan.
Ia saat itu mensinyalir ada kekhawatiran anggota dewan terjerat hukum dan dinyatakan bersalah dengan adanya ratifikasi. Mugiyanto menegaskan ratifikasi hanya bersifat pencegahan agar kejadian yang sama tak terulang.
Dia pun berharap Presiden Jokowi bersedia mewujudkan kedua tuntutannya sebelum 10 Desember nanti atau tepat pada peringatan hari HAM sedunia. "Pak SBY saja waktu itu sudah mau meratifikasi, masa Pak Jokowi tidak," kata dia.
Baca: Jokowi Putuskan Pelajari Kasus Pelanggaran HAM Masa Lalu