TEMPO.CO, Medan - Meiliana, warga Tanjung Balai yang divonis 1,5 tahun penjara dalam kasus penistaan agama akan mengajukan banding. "Meiliana banding. Dia merasa tidak bersalah," kata Kamaluddin Pane, kuasa hukum Meiliana kepada Tempo, Kamis 23 Agustus 2018.
Baca juga: Kerusuhan Tanjungbalai Jadi Kasus Penistaan Agama
Menurut Kamaluddin, kliennya yakin bisa bebas murni karena merasa tak melakukan penistaan agama seperti yang dituduhkan kepadanya.
Ia mengatakan, majelis hakim tak obyektif dalam memutus perkara penistaan agama yang menjerat Meiliana.
Pengadilan Negeri Medan menjatuhkan vonis 18 bulan penjara untuk Meiliana pada Selasa 21 Agustus 2018 lalu. Majelis Hakim yang dipimpin Wahyu Prasetyo Wibowo menyatakan Meiliana terbukti melaggar Pasal 156A KUHP.
Pasal ini berbunyi, "Barang siapa di muka umum menyatakan perasaan permusuhan, kebencian, atau penghinaan terhadap suatu atau beberapa golongan rakyat Indonesia, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak Rp 4.500."
Baca juga: Tuduhan Serampangan bagi Meiliana
Kasus Meiliana berawal saat ia bertanya tentang suara azan di masjid dekat rumahnya yang dinilainya terlalu keras. Sejumlah kelompok masyarakat kemudian menuding Meiliana menghina Islam dengan melarang azan.
Meski dipersidangan bukti-bukti Meiliana pernah melarang azan tidak bisa dihadirkan, namun hakim tetap menyatakan Meiliana bersalah dalam kasus penistaan agama ini.
"Hanya karena mengeluh suara azan dirasakannya terlalu kuat saat itu Meiliana harus menjalani hukuman. Memang dia sempat menyinggung soal suara azan tapi tidak pernah melarang azan berkumandang. Itu dua hal yang berbeda," ujar Kamal.
Baca juga: PBNU: Katakan Suara Adzan Terlalu Keras Bukan Penistaan Agama
Kasus penistaan agama Meiliana ini, kata Kamal mendapat perhatian sangat luas dari berbagai lapisan masyarakat. "Termasuk para politikus dan tokoh-tokoh agama. Pak Mahfud MD saya lihat juga memberi komentar terhadap putusan yang kami nilai sangat aneh ini," ujar Kamal.