TEMPO.CO, Jakarta - Air muka Fredrich Yunadi berseri-seri saat membawa tumpukan pleidoi berjumlah 2300 halaman ke ruang sidang, Jumat, 22 Juni 2018. Sidang pleidoi kali ini menjadi kesempatan bagi dia untuk menangkis seluruh tuntutan dan keterangan saksi memberatkan di sidang sebelumnya.
"Ini saya tulis tangan dan kemudian diketik. Saya begadang selama dua pekan," kata Fredrich saat tiba di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi.
Baca: Makin Tebal, Pleidoi Fredrich Yunadi Berubah Menjadi 2300 Halaman
Ia dan tim pengacara hadir pukul 10.00 di Pengadilan Tipikor dengan menyeret tiga buah koper baju yang biasa digunakan untuk plesiran. Isi koper tersebut adalah belasan bundel pleidoi 2300 halaman yang tebalnya bisa mencapai 60 sentimeter. Bundel-bundel pleidoi tersebut kemudian diserahkan ke masing-masing anggota tim jaksa dan hakim.
Sebelum diserahkan ke jaksa dan hakim, berkas pleidoi itu pun ditumpuk dua bagian dan menjadi pajangan di tengah ruang sidang. Tumpukan bundel itu tingginya sekitar satu meter atau sepinggang orang dewasa.
Fredrich merupakan terdakwa kasus merintangi penyidikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap Setya Novanto. Jaksa mendakwanya bersama dengan dokter Rumah Sakit Medika Pertama Hijau, Bimanesh Sutarjo telah merekayasa sakit Setya pada 16 November 2017 lalu. Ketika itu Fredrich masih menjadi penasihat hukum Setya.
Baca: Pengacara Harus Rayu Fredrich Yunadi agar Tak Baca Semua Pleidoi
Atas dugaan tersebut, Jaksa menuntut Fredrich hukuman penjara 12 tahun dan denda Rp 600 juta subsider enam bulan kurungan.
Pengacara Fredrich, Mujahidin, mengatakan kliennya itu sempat ngotot membacakan semua halaman nota pembelaan. Mujahidin mengatakan, Fredrich mengancam akan melaporkan majelis hakim ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) atau Komisi Yudisial (KY) jika ia tidak diizinkan membaca semuanya.
"Saya juga Kamis kemarin bilang ke Pak Yunadi bahwa tim pengacara hanya akan membacakan pokok-pokoknya saja. Tetapi dia kecewa dan meminta kami membacakan semuanya," kata dia.
Mujahidin mengatakan dirinya harus merayu kliennya agar tidak membacakan seluruh halaman nota pembelaan. Tim pengacara dan Fredrich pun sempat rapat sebelum sidang dan meminta agar yang dibacakan hanya poin-poin persidangan saja.
"Kalau semuanya dibaca bisa sampai tengah malam sidang," kata Mujahidin. Fredrich pun menyerah dan bersedia tidak membacakan seluruh isi pleidoi. Meskipun hanya poin-poin saja yang dibacakan Fredrich, namun persidangan tetap berjalan panjang dan berakhir pukul 00.00 tengah malam.
Baca: Fredrich Yunadi Sebut Penetapan Tersangkanya Tanpa 2 Alat Bukti
Sebelum sidang dimulai, Fredrich terlihat sibuk berinteraksi dengan asistennya untuk menandai halaman mana saja yang akan ia sampaikan di persidangan. Pleidoinya yang hendak ia bacakan terlihat penuh dengan tempelan kertas penanda warna-warni atau biasa disebut sticky notes.
Di pleidoinya, Fredrich membantah hampir seluruh tuntutan jaksa. Ia mengatakan, KPK tidak berhak mengusut kasusnya karena bukan termasuk tindak pidana korupsi. Selain itu Fredrich menuding penetapan tersangkanya tidak disertai dua alat bukti yang sah.
Saat jeda rehat sidang, Fredrich dan tim pengacara sempat berfoto bersama tumpukan pleidoinya yang ia susun selama dua pekan itu. Melihat berkas pleidonya bertumpuk-tumpuk, Fredrich terlihat tersenyum lebar. Ia seakan lupa 28 Juni 2018 nanti harus menghadapi sidang putusan dan terancam hukuman 12 tahun penjara.