TEMPO.CO, Jakarta - Fredrich Yunadi mengatakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak berhak menetapkannya sebagai tersangka karena tidak ada dua alat bukti yang sah.
“Penyidik KPK menetapkan tersangka tanpa dua alat bukti yang sah, hanya berdasarkan Laporan Kejadian Tindak Pidana Korupsi (LKTPK),” kata Fredrich Yunadi saat membacakan pleidoinya, Jumat 22 Juni 2018.
Baca juga: Fredrich Yunadi Sempat Kelimpungan Ketika Didatangi KPK
Fredrich Yunadi merupakan terdakwa kasus merintangi penyidikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap Setya Novanto. Jaksa mendakwanya bersama dengan dokter Rumah Sakit Medika Pertama Hijau, Bimanesh Sutarjo telah merekayasa sakit Setya pada 16 November 2017 lalu. Ketika itu Fredrich masih menjadi penasihat hukum Setya.
Atas dugaan tersebut, Jaksa menuntut Fredrich hukuman penjara 12 tahun dan denda Rp 600 juta subsider enam bulan kurungan.
Baca juga: Saat Fredrich dan Saksi Debat Soal Gurauan Minta Pekerjaan di KPK
Fredrich Yunadi juga menyebut KPK telah menggunakan data palsu dalam LKTPK tersebut. Fredrich mengatakan bukti rekaman CCTV dan Whatsapp yang ditunjukkan di persidangan tidak sah karena diambil tanpa surat resmi dari penegak hukum lainnya seperti kepolisian dan kejaksaan.
“Selain itu, rekaman tersebut diambil tanpa ada surat penyidikan dari pimpinan KPK. Rekaman CCTV itu tertanggal 16 November 2017. Tetapi surat penyidikan 5 Januari 2018,” kata Fredrich.
Baca: Hakim Ketuk Palu Berkali-kali Hentikan Fredrich Yunadi Bicara
Fredrich juga menuding KPK langsung menetapkannya sebagai tersangka tanpa diperiksa sebagai calon tersangka. “Terdakwa selama ini tidak pernah dipanggil sebagai calon tersangka sebelumnya tetapi langsung dipanggil sebagai tersangka pada 12 Januari 2018 dan malamnya langsung ditangkap,” kata dia.
Sedangkan Jaksa KPK Takdir Suhan mengatakan penetapan tersangka Fredrich Yunadi telah sah karena memenuhi minimal dua alat bukti. Bukti tesebut yaitu keterangan saksi ditambah rekaman CCTV RS Medika Permata Hijau dan Screenshot chat WA. Bukti-bukti tersebut selanjutnya dituangkan dalam LKTPK.
Baca juga: Fredrich Yunadi Akan Tulis 1.000 Halaman Pleidoi
“Bahwa LKTPK tersebut adalah laporan internal yang dibuat oleh penyelidik sebagaimana ketentuan KUHP,” kata Takdir di sela persidangan.
Takdir mengatakan, KPK punya kewenangan melakukan penyitaan tanpa ada penetapan dari Ketua Pengadilan Negeri. Selain itu kata Takdir, alat bukti tersebut diambil untuk dengan surat perintah penyidikan untuk terdakwa Setya Novanto terkait kasus KTP elektronik.