TEMPO.CO, Jakarta - Badan Pengawas Pemilu melarang para buruh yang akan mengikuti unjuk rasa Hari Buruh Sedunia atau Mayday pada 1 Mei 2018, menggunakan atribut pemilu dengan tanda pagar atau tagar #2019GantiPresiden maupun tandingannya.
"Kami meminta kepada buruh yang bergerak besok agar tidak melakukan kampanye baik soal memilih tetap Presiden Jokwi (Joko Widodo) atau pun ganti presiden," kata Komisioner Bawaslu Rahmat Bagja.
Menurut dia, jangan sampai perjuangan buruh menjadi ajang politik praktis dengan menggunakan atribut dengan tagar ganti atau tidak presiden. Kebebasan berekspresi buruh pada May Day harus jauh dari nuasa politik 2019. "Jangan percepat Pemilu 2019 di 2018."
Baca juga: Soal Insiden di Car Free Day, Fadli Zon: Intimidasi dari Mananya?
Selain atribut #2019GantiPresiden atau #2019TetapJokowi dan tagar lainnya, Bawaslu berharap buruh tidak menggunakan perlengkapan yang mengundang citra diri peserta pemilu, seperti lambang atau logo parpol maupun program yang ditonjolkan dan lain-lainnya.
"Kami harap tidak bertemu antara buruh yang mau ganti presiden atau buruh yang mau tetap presiden," ujarnya.
Bawaslu berharap May Day esok hari bisa berjalan tertib dan kondusif tanpa disusupi kepentingan politik. Selain itu, Bawaslu juga akan menempatkan personil untuk mencegah adanya penggunaan atribut #2019GantiPresiden maupun tandingannya.
Baca juga: Soal Insiden Intimidasi di CFD, GP Ansor: Tidak Beradab
"Kami khawatir besok ada. Kalau ada bisa kami tindak langsung untuk mencegahnya," ujarnya. "Kalau sampai ada buruh yang menyuarakan yel-yel tersebut akan langsung dicegah. Apalagi ajakan memilih parpol."
Menurut dia, jika ditemukan ada buruh yang mengkampanyekan peserta pemilu sudah masuk pelanggaran. Namun, jika hanya sebatas menyebut nama orang belum bisa dikategorikan kampanye. "Sebab partai sudah menjadi peserta pemilu."