TEMPO.CO, Jakarta - Terpidana kasus korupsi pengadaan e-KTP, Setya Novanto, mengaku mengalami stres karena divonis 15 tahun penjara. "Stres," ucapnya di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Jumat, 27 April 2018.
Sebelumnya, mantan pengacaranya, Fredrich Yunadi, mengatakan Setya tidak mau makan setelah menerima vonis tersebut. "Seharian beliau enggak mau makan, sedih terus," ujarnya saat skors persidangannya di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis, 26 April 2018.
Fredrich bisa mengetahui kondisi Setya karena ditahan di rumah tahanan yang sama. Mereka berdua ditahan di Rutan Kelas 1 Cabang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kuningan, Jakarta.
Baca juga: Ketua DPR: Semoga Setya Novanto Tabah Menjalani Hukuman
Fredrich berujar, Setya Novanto telah pasrah menerima hukuman itu. Namun Fredrich tak mau mengomentari soal putusan terhadap mantan kliennya itu. "Pengacaranya nanti akan tersinggung," tuturnya.
Pada sidang putusan, Selasa, 24 April 2018, majelis hakim Pengadilan Tipikor menghukum Setya Novanto 15 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 3 bulan kurungan. Hakim menyatakan Setya terbukti bersalah melakukan korupsi dalam proyek e-KTP.
Selain dihukum badan, Setya Novanto diwajibkan membayar uang pengganti senilai USD 7,3 juta dikurangi Rp 5 miliar yang sudah dia kembalikan. Hakim juga mencabut hak politik Setya selama lima tahun setelah menjalani hukuman.
Baca juga: ICW Jelaskan Vonis Setya Novanto Terlalu Rendah
Setya hari ini akan menjalani pemeriksaan sebagai saksi dalam kasus merintangi penyidikan KPK dengan terdakwa dokter Rumah Sakit Medika Permata Hijau, Bimanesh Sutarjo. Bimanesh didakwa telah merekayasa perawatan Setya di RS Medika.
Jaksa KPK mendakwa Bimanesh telah memanipulasi rekam medis Setya Novanto untuk menghindarkan suami Deisti Astriani Tagor itu dari penyidikan KPK. Selain Bimanesh, Fredrich berstatus terdakwa dalam kasus yang sama.