TEMPO.CO, Jakarta - Indonesian Corruption Watch (ICW) menyayangkan vonis 15 tahun penjara yang dijatuhkan hakim kepada Setya Novanto, terdakwa perkara korupsi proyek Kartu Tanda Penduduk Elektronik (e-KTP).
"Sepatutnya Setya Novanto divonis pidana seumur hidup," kata Koordinator Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan ICW Tama S. Langkun dalam keterangan tertulis tadi malam, Selasa, 24 April 2018.
Hukuman tambahan uang pengganti kepada bekas Ketua DPR juga dinilai terlalu kecil jika dibandingkan kerugian negara Rp 2,3 Triliun. Sedangkan uang pengganti hanya sekitar 22,69 persen dari total kerugian negara.
Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi menjatuhkan vonis 15 tahun penjara kepada Setya Novanto. Dia dinilai korupsi proyek E-KTP Tahun Anggaran 2011-2013. Setya juga dikenai denda Rp 500 juta subsider 3 bulan kurungan.
Baca: Kasus E-KTP, Setya Novanto Divonis 15 Tahun Penjara
Hakim pun mencabut hak politik Setya selama lima tahun sejak dibebaskan nanti.
Hakim menyatakan, Setya melanggar Pasal 3 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.
Menurut Tama, Setya Novanto patut dijatuhi vonis maksimal mengingat perilakunya tidak kooperatif. Vonis ini dikhawatirkan tidak menjerakan dia bahkan dapat menjadi preseden buruk bagi terdakwa korupsi lainnya.
Tama menuturkan, pada semester I 2017 ada setidaknya 15 terdakwa yang divonis di atas tuntutan jaksa, dari total 352 terdakwa yang perkaranya dipantau ICW. Maka ICW nenyayangkan Majelis Hakim tidak menjatuhkan pidana maksimal seumur hidup terhadap Setya.
Di sisi lain ICW mengakui hukuman tambahan berupa pencabutan hak politik Setya Novanto jarang diterapkan terhadap terdakwa perkara korupsi.