TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Kesehatan masih menunggu penjelasan resmi dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI) atas rekomendasi hasil rapat Pengurus Besar IDI ihwal Mayor Jenderal Terawan Agus Putranto atau dokter Terawan.
“Dalam mencari solusi terbaik atas kasus ini, Kemenkes berpegang pada peningkatan akses dan mutu pelayanan kesehatan yang berfokus pada pasien yang mengutamakan kebutuhan, manfaat, dan keselamatan pasien,” kata Menteri Kesehatan Nila Moeloek dalam keterangan tertulis, Selasa, 10 April 2018.
Baca: IDI Akan Kaji Pasal Etik yang Dilanggar Dokter Terawan
Nila menuturkan Kementerian Kesahatan dengan saksama dan hati-hati mencermati masalah dan menelaah solusi pada kasus dokter Terawan. Hal tersebut, menurut Nila, karena masalah diketahui berawal dari persoalan etik yang berlaku internal profesi kedokteran. Masalah etik tersebut kemudian berkembang menjadi perbincangan dan perhatian luas publik.
Sebelumnya, dari surat yang beredar tertanggal 23 Maret 2018, Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) IDI menetapkan dokter Terawan melakukan pelanggaran etik serius dari kode etik kedokteran. Surat tersebut ditandatangani Ketua MKEK PB IDI Prijo Sidipratomo. Tak ada penjelasan mengenai pelanggaran etik yang dilakukan Terawan.
Simak: Memahami Metode Cuci Otak Dr Terawan, Kenapa Kontroversial?
Pada 8 April 2018, PB IDI menggelar rapat membahas dokter yang merupakan Kepala Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat tersebut. Pada 9 April 2018, PB IDI merekomendasikan penilaian terhadap terapi dengan metode digital subtraction angiography (DSA) dilakukan Tim Health Technology Kementerian Kesehatan. Nila mengatakan Kementerian Kesehatan segera mencari solusi terbaik atas metode DSA atau cuci otak yang dilakukan Terawan tersebut.
Komite Penilaian Teknologi Kesehatan Kementerian Kesehatan bertugas melakukan kajian dan penilaian teknologi kesehatan terkait dengan program Jaminan Kesehatan Nasional dalam rangka kendali mutu dan kendali biaya menghadapi universal health coverage.