TEMPO.CO, Jakarta - Muhammad Nur, pegawai PT Murakabi Sejahtera yang membawa uang dari money changer ke keponakan Setya Novanto, Irvanto Hendra Pambudi, mengungkapkan bahwa ada nama-nama minuman keras (miras) yang ditulis di amplop. Muhammad Nur mengatakan amplop yang awalnya ditulis merah, kuning, dan biru diganti dengan nama-nama minuman keras. Merah diganti McGuire, kuning diganti Chivas Regal, dan biru untuk Vodka.
“Pak Irvanto bilang ini buat 'Senayan'. Dia nulis-nulis di kertas lembar dan mengganti warna merah, kuning, biru dengan kode minuman. Ada juga Black Label tapi saya lupa,” kata Muhammad Nur, yang akrab disapa Ahmad, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta Pusat, Senin, 12 Maret 2018.
Baca: Disebut Jaksa Pakai Infus untuk Anak-anak, Setya Novanto Tertawa
Ahmad mengaku dia melihat mantan Direktur PT Murakabi Sejahtera itu menuliskan nama-nama minuman tersebut ketika mengirimkan amplop berisi uang untuk yang ketiga kalinya. Amplop tersebut ia bawa ke rumah nenek Irvanto di Jalan Rambutan, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.
Irvanto ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus korupsi proyek KTP elektronik pada 28 Februari 2018. Keponakan Setya Novanto itu resmi ditahan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi pada Jumat, 9 Maret 2018, setelah menjalani pemeriksaan kedua sebagai tersangka.
Simak: Peran Istri, Keponakan, dan Anak Setya Novanto dalam Kasus E-KTP
Ahmad mengatakan dia menerima uang dari money changer PT Inti Valuta sebanyak tiga kali pada tanggal berbeda. Seingat dia, pertama kali mengirimkan uang US$ 400 ribu yang dibungkus amplop folio warna cokelat pada Desember 2011. Dia juga menerima uang pada awal Januari 2012, sedangkan yang ketiga pada pertengahan Januari 2012.
“Kalau yang kedua besarannya saya lupa. Yang ketiga seingat saya US$ 600 ribu ditambah Rp 1 juta lebih. Ada dua amplop cokelat,” katanya.
Baca: KPK Resmi Tahan Keponakan Setya Novanto, Irvanto
Ahmad mengatakan amplop tersebut pertama kali dikirimkan oleh seorang pegawai money changer ke kantor PT Murakabi Sejahtera. Ahmad mengaku sebelumnya tidak mengetahui amplop yang diberikan berisikan uang. Pasalnya, sebelumnya Irvanto menghubungi Ahmad bakal ada orang yang hendak mengirim ‘barang’ ke kantor.
“Untuk yang kedua dan ketiga dikirim ke rumah saya bukan ke kantor lagi. Karena ini urusan pribadi bukan urusan kantor,” kata dia.
Pegawai PT Inti Valuta, Iwan Barala, membenarkan kabar ada anak buahnya yang mengantar uang ke Ahmad sebanyak tiga kali, tapi ketiga-tiganya diarahkan ke rumah Ahmad. Ia mengatakan besaran uang pertama yang diberikan ke Ahmad bukanlah US$ 400 ribu melainkan US$ 1 juta pada sekitar Januari 2012.
“Pertama dan kedua jumlahnya US$ 1 juta, sedangkan yang ketiga, US$ 1,5 juta. Totalnya US$ 3,5 juta,” kata Iwan.
Irvanto disebut menerima uang US$ 3,5 juta dari PT Biomorf Mauritius melalui perusahaan money changer dari Singapura. Manajer PT Inti Valuta Iwan Barala, sebagai pengelola perusahaan money changer yang menyalurkan uang, membenarkan adanya aliran dana tersebut.
"Kemungkinan saya kasih ke Irvanto antara US$ 3,5-an. Sudah dipotong fee," kata Riswan saat menjadi saksi untuk terdakwa kasus e-KTP, Setya Novanto, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta Pusat, Senin, 5 Maret 2018.
Namun Irvanto sebelumnya membantah menerima aliran uang US$ 3,5 juta tersebut. "Saya tidak pernah ada transaksi sejumlah itu. Saya bahkan tidak punya dolar di luar negeri," kata Irvanto di persidangan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta Pusat, Senin, 5 Maret.