TEMPO.CO, Jakarta - Jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Irene Putri, menyatakan terdakwa dugaan korupsi kartu tanda penduduk elektronik atau e-KTP, Setya Novanto, mulai buka-bukaan ihwal keterlibatannya dalam perkara tersebut. Sebab, Setya mengakui bukti rekaman percakapan antara dirinya, bos PT Biomorf Mauritius Johannes Marliem, dan pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong.
"Saya kira pak Setya Novanto sudah mengakui Andi dan Marliem di rumahnya. Menurut saya, itu pengakuan yang jelas bahwa dia bagian dari skema itu (intervensi anggaran e-KTP)," kata Irene seusai sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta Pusat, Senin, 26 Februari 2018.
Baca juga: KPK Sebut Belum Ada Informasi Signifikan dari Setya Novanto
Dalam rekaman percakapan itu ketiganya terdengar sedang membicarakan desain proyek e-KTP dan pembagian jatah. Setya menyebut ongkos segel bila dirinya terlibat kasus hukum dan dijerat KPK sebesar Rp 20 miliar.
Andi, yang waktu itu sedang bersaksi, tak tau maksud Setya. Setya pun membantah uang itu untuk ongkos jadi tahanan KPK karena proyek e-KTP. Menurut Setya, uang Rp 20 miliar itu diperuntukkan untuk membayar pengacara dan administrasi lain jika mantan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) itu terseret kasus hukum.
"Itu lawannya Andi, Andi juga. PNRI (Percetakan Negara Republik Indonesia) dia juga, itu dia juga (tertawa). Waduh, gue bilangin kali ini jangan sampe kebobolan, nama gue dipake sana-sini, ongkosnya gue entar lebih mahal lagi. Giliran gue dikejar ama KPK, ongkos gue dua puluh milyar," ujar Setya, seperti dikutip dalam rekaman percakapan itu.
Ucapan Setya lain dalam bukti rekaman jaksa adalah penyebutan nama Partai Demokrat dua kali. Ada juga pembahasan perusahaan lain yang bersedia menyediakan jatah 10 persen bila bisa menggantikan posisi Marliem dalam proyek e-KTP.
Baca juga: Andi Narogong Bantah Keterangan Setya Novanto Soal Ganjar Pranowo
Menurut Irene, bukti peran Setya dalam megakorupsi proyek itu tak hanya datang dari satu sumber. Saksi lain, seperti Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, mengaku pernah bertemu dengan Setya di lounge keberangkatan bandar udara di Bali. Setya berpesan agar Ganjar tidak galak-galak dalam konteks proyek e-KTP.
"Kemudian Andi juga cerita dan Pak Chairuman Harahap juga membenarkan bahwa dia mengenal Andi di ruangannya Pak Setya Novanto," ucap Irene.
Setya Novanto didakwa jaksa penuntut umum KPK berperan dalam meloloskan anggaran proyek e-KTP di DPR pada medio 2010-2011 saat dia masih menjabat Ketua Fraksi Partai Golkar. Atas perannya, Setya disebut menerima total fee US$ 7,3 juta. Dia juga diduga menerima jam tangan merek Richard Mille seharga US$ 135 ribu. Setya didakwa melanggar Pasal 2 dan 3 Undang-Undang Nomor 31 tentang Tindak Pidana Korupsi.