TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah Dahnil Anzar Simanjuntak menilai kemunculan lembaga yang mengatasnamakan alumni 212 sebagai bentuk politisasi keikhlasan umat muslim. "Saran saya stop politisasi keikhlasan umat itu melalui pelembagaan 212 lah segala macam. Itu yang kami enggak bersepakat," kata Dahnil di Gedung Dakwah Muhammadiyah, Jakarta Pusat, Selasa, 30 Januari 2018.
Dahnil menjelaskan, 212 adalah simbol keikhlasan umat atas peristiwa penistaan agama yang dilakukan mantan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, atas ucapannya yang menyinggung Surat Al-Maidah ayat 51. Aksi tersebut dilaksanakan di Lapangan Monas, pada 2 Desember 2016, dengan menggelar doa bersama dan salat Jumat.
Baca juga: PDIP Berharap Alumni 212 Memberi Pernyataan Menyejukkan
Dahnil menuturkan, banyak warga Muhammadiyah datang ke Jakarta untuk mengikuti aksi damai 212. Kedatangan itu, kata dia, tidak berkaitan dengan politik di Jakarta yang bertepatan dengan pemilihan kepala daerah DKI 2017. "Enggak ada kaitan politik apakah Anies (Gubernur DKI Anies Baswedan) harus menang pada saat itu. Enggak ada. Mereka datang sakit hati karena ada penistaan agama," ujarnya.
Menurut Dahnil, simbol 212 yang dibelokan menjadi kepentingan politik melalui kemunculan alumni-alumni, justru membuat umat muslim terpecah. Lembaganya, kata Dahnil, sudah sejak awal mengimbau pada warga Muhammadiyah agar tidak perlu datang dalam reuni 212. "Itu simbol saja. Imbauan bahwa stop menggunakan keikhlasan umat untuk kepentingan politik," katanya.
Setelah aksi damai berakhir dan tuntutan peserta aksi terpenuhi dari putusan hakim terhadap Ahok, muncul kelompok masyarakat yang terlibat aksi 212 menyebut diri sebagai Alumni 212. Belakangan, kelompok ini terpecah karena adanya perbedaan sikap. Misalnya, baru-baru ini juru bicara Front Pembela Islam Slamet Ma'arif mengubah nama Presidium Alumni 212 menjadi Persaudaraan Alumni 212.
Baca juga: Alumni 212 Punya Misi Kalahkan Calon dari Partai Merah di Pilkada
Perbedaan sikap di antara alumni 212 memang bukan kali ini saja terjadi. Massa jebolan aksi 212 ini sebelumnya juga berbeda sikap soal pembentukan Garda 212. Garda itu dibentuk untuk memberi akses kepada alumni 212 agar bisa terjun menjadi calon anggota legislatif. Garda 212 dimotori oleh Ansufri Idrus Sambo, yang pernah menjabat sebagai Ketua Presidium Alumni 212.