TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Agama Lukman Hakim Syaifuddin meminta Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah menambah isu politisasi agama dalam pembahasan Kongres Ulama Muda Pemuda Muhammadiyah. "Mudah-mudahan bisa juga dibahas dalam kongres ini atau kita buat forum baru tentang yang kita persepsikan, pahami, maknai, sepakati dengan istilah politisasi agama," kata Lukman di Gedung Dakwah Muhammadiyah, Jakarta Pusat, Selasa, 30 Januari 2018.
Keinginan itu disampaikan Lukman karena mulai tahun ini hingga 2019 merupakan tahun politik. Biasanya, kata dia, muncul tanggapan dari sejumlah pihak, di antaranya agar tidak mempolitisasi agama atau menggunakan agama dalam berpolitik.
Baca:
Pemuda Muhammadiyah Gelar Kongres Ulama...
Menteri Lukman Minta Kader Pemuda...
Lukman menilai bangsa Indonesia yang mayoritas beragama Islam dan beragama perlu memiliki pemahaman yang sama mengenai istilah itu. "Kalau tidak, kita bisa berdebat tak berkesudahan karena berbeda cara pandang."
Menurut Lukman, realitas bangsa Indonesia merupakan bangsa yang religius dan agamis, sehingga kehidupan kesehariannya tidak bisa dipisahkan dengan nilai agama. Namun, kata dia, masyarakat tidak bisa mengatasnamakan agama guna memobilisasi kepentingan yang tujuannya untuk politik praktis dan pragmatis semata. "Jika ini yang terjadi di antara umat Islam yang aspirasi politiknya sangat beragam, akan terjadi benturan luar biasa."
Lukman mencontohkan istilah high politic dalam Muhammadiyah, yaitu politik yang luhur, adiluhur, dan berdimensi moral etis. Ia menyadari bahwa agama tentu tidak bisa dipisahkan dari high politic. Sebab, politik mengatur urusan banyak orang. Begitu juga sebaliknya, agama hadir untuk mengatur urusan banyak orang.
Baca juga: Tak ada Amien Saat Milad Bicara...
Lukman menyebut tidak mungkin di tengah umat religius dan agamis, nilai-nilai agama tidak digunakan dalam berpolitik. "Tapi bagaimana agar tidak masuk terjerumus politik praktis pragmatis yang memperalat agama, perlu batasan yang disepakati bersama," katanya.
Ketua Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah Dahnil Anzar Simanjuntak menyampaikan contoh dari istilah politisasi agama, yaitu politikus yang tidak pernah membicarakan agama, tapi ketika masuk kontestasi pemilihan kepala daerah atau pemilihan presiden, baru membicarakan agama.
Berbeda dengan Pemuda Muhammadiyah, kata Dahnil, kader-kadernya memang selalu membicarakan agama dan menggunakan instrumen agama untuk membahas kebudayaan, ekonomi, dan politik. "Itu bukan politisasi agama.” Pemuda Muhammadiyah ingin politiknya dibingkai dengan nilai-nilai agama. “Jika agama dijadikan komoditas untuk meraih kekuasaan, itu baru politisasi agama."