TEMPO.CO, Jakarta - Lingkaran Survei Indonesia (LSI) merilis lima tokoh muda Islam yang berpeluang melengkapi calon presiden nasionalis dalam pemilihan presiden atau pilpres 2019. Peneliti LSI, Taufik Febri, menyatakan calon presiden nasionalis yang dipasangkan dengan tokoh muda Islam dapat mengantisipasi maraknya isu suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) dalam pilpres 2019.
"Memang harapannya calon wakil presiden (cawapres) dari tokoh muda Islam dapat menyatukan umat," kata Taufik dalam acara diskusi Menemukan Tokoh Muda dan Islami di Bakoel Koffie, Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu, 27 Januari 2018.
Baca: Lima Tokoh Islam Ini Dinilai Berpotensi Jadi Cawapres 2019
Taufik mengatakan pemilihan kepala daerah Jakarta telah membangunkan lagi kebutuhan masyarakat atas figur pemimpin Islam. Artinya, pilkada Jakarta seolah-olah jadi momentum umat Islam untuk bersatu.
Sebelum mantan presiden Abdurrahman Wahid atau Gus Dur meninggal, menurut Taufik, penduduk muslim di Indonesia merasa terwakili. Namun saat ini tak ada tokoh sentral yang dapat menyatukan umat Islam.
Baca: Pilpres 2019, Syafii Maarif: Politisi Mesti Kenal Subkultur
Peluang ini dapat digunakan calon presiden nasionalis untuk mengarahkan masyarakat agar tak menggunakan isu SARA. LSI berpendapat dua calon presiden terkuat saat ini, Joko Widodo alias Jokowi dan Prabowo Subianto, dinilai sebagai sosok nasionalis.
"Sentimen agama sudah menemukan momentum dan umat merasa tak ada lagi tokoh sentral yang mewakili mereka. Hal ini menuntut kedua tokoh mencari pendamping dari kalangan Islam," kata Taufik.
Dari survei LSI, tokoh muda Islam itu di antaranya Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa Muhaimin Iskandar, Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan Muhammad Romahurmuzy, Presiden Partai Keadilan Sejahtera Sohibul Iman, Gubernur Nusa Tenggara Barat TGB. M. Zainul Majdi, dan Ketua Umum Partai Amanat Nasional Zulkifli Hasan.
LSI tidak spesifik menanyakan figur pemimpin Islam seperti apa yang kini diperlukan masyarakat. Adapun peluang mendefinisikan tokoh Islam itu masih besar mengingat 76,1 persen dari 1.200 responden survei LSI belum memutuskan pilihannya untuk pilpres 2019. Survei ini menggunakan metode multistage random sampling pada Desember 2017 dengan margin of error lebih-kurang 2,8 persen.