TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Wakil Ketua Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat Mirwan Amir mengatakan, Banggar DPR tak pernah membahas anggaran proyek pengadaan kartu tanda penduduk elektronik atau e-KTP. Menurut dia, Banggar DPR hanya membahas soal Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
"(Anggaran) sudah diketok Komisi II. Saya sebagai wakil pimpinan banggar tidak pernah tahu," kata Mirwan dalam kesaksiannya di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta Pusat pada Kamis, 25 Januari 2018.
Baca: Soal Nama Besar yang Akan Diungkap, Begini Kata Setya Novanto
Sepengetahuan Mirwan, pembahasan anggaran proyek e-KTP dilakukan oleh Komisi Pemerintahan DPR dan Kementerian Dalam Negeri sebagai perwakilan pemerintah. Sebab, wewenang pembahasan anggaran ada di dua instansi tersebut.
Awalnya, anggaran ditetapkan dalam nota keuangan oleh pemerintah. Setelah itu, pembahasan dilakukan di Komisi Pemerintahan DPR. Setelahnya, ada pengesahan dari Kementerian Keuangan.
Mirwan mengatakan pimpinan Banggar tak bisa mengintervensi anggaran e-KTP. "Banggar hanya bahas perubahan asumsi. Kita bahas ABPN anggaran penerimaan defisit. Itu ada perubahan-perubahan asumsi," ujarnya.
Baca: Mirwan Amir Pernah Sarankan SBY Agar Hentikan Proyek E-KTP
Mantan politikus Demokrat itu menjabat sebagai wakil ketua Banggar periode 2010-2012. Nama Mirwan Amir sempat disebut menerima uang senilai US$ 1,2 juta. Uang diduga berasal dari Direktur PT Cahaya Wijaya Kusuma Andi Agustinus atau Andi Narogong. Dalam proyek e-KTP, Andi diduga bertugas sebagai penyalur dana.
Mirwan Amir dihadirkan sebagai saksi dalam persidangan Setya Novanto hari ini. Selain Mirwan, ada empat saksi lainnya. Mereka adalah Direktur PT Data Aksara Mata Aditya Priyadi dan pihak swasta bernama Yusnan Solihin. Dua lainnya, yakni mantan Direktur Pengelolaan Informasi dan Administrasi Ditjen Kependudukan dan Catatan Sipil Kementerian Dalam Negeri, Sugiharto dan mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri, Irman.
Irman dan Sugiharto telah divonis bersalah dan terbukti melakukan korupsi di proyek e-KTP secara bersama-sama. Kerugian negara dari korupsi itu diperkirakan mencapai Rp 2,3 triliun dari nilai proyek Rp 5,9 triliun.