TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Eksekutif Kemitraan, Monica Tabuhandaru, mengatakan pemerintahan Presiden Joko Widodo atau Jokowi perlu membentuk satuan tugas khusus untuk mengejar dan mempercepat proses pemulihan aset kasus korupsi di Indonesia. Menurut dia, satuan tugas ini harus berdiri di luar satgas yang telah dibentuk lembaga penegak hukum lain, seperti kejaksaan dan kepolisian. Selain itu, satgas tersebut harus langsung berada di bawah presiden.
"Kalau kementerian dan lembaga akan sulit, semua akan membuat satgasnya sendiri-sendiri. Itu tidak akan bisa berjalan," kata dia di Bakoel Koffie, Jakarta, Ahad, 14 Januari 2018.
Baca: 7 Kode Korupsi di Tahun 2017: Dari Nama Hewan Sampai Juz Al-Quran
Monica mengatakan Presiden Jokowi harus mendorong tim khusus itu untuk bekerja untuk merampas aset hasil korupsi. "Selain mengejar pajak, kita bisa mengejar penerimaan bukan pajak dari perampasan aset koruptor," ujar dia.
Monica mengatakan pihaknya terus mendorong upaya pemiskinan koruptor dalam penindakan kasus korupsi. Ia pun menanti kemauan politik pemerintah. "Kalau itu dilakukan kita sudah bisa tidak melihat lagi koruptor, yang divonis dua tahun, maju pilkada," ujarnya.
Ahli Hukum Pemulihan Aset, Paku Utama menambahkan lembaga penegak hukum harus dapat memaksimalkan jalur koordinasi untuk melacak aset hasil korupsi. "Terutama yang di luar negeri," ujar Paku. Ia juga menyarankan agar dibentuk tim kecil untuk membantu pelacakan aset tersebut.
Baca: ICW: Gaduh Politik Mengganggu Pemberantasan Korupsi
Paku berpendapat pendekatan ini lebih efektif ketimbang pendekatan proses administrasi. Menurut dia, pelacakan aset kasus korupsi rentan diketahui pelaku karena melibatkan banyak pihak. "Pelaku dapat terlebih dahulu memindahkan asetnya ke tempat lain," kata dia.