TEMPO.CO, Jakarta – Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) akan mengagendakan pertemuan dengan Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto terkait pencalonan diri jenderal aktif TNI dalam pemilihan kepala daerah atau pilkada 2018. Ihwalnya, hal tersebut menyorot perhatian banyak pihak yang mengkhawatirkan terganggunya netralitas TNI dan Polri karena ikut dalam kontestasi politik tersebut.
Anggota Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu), Fritz Edward Siregar, mengatakan lembaganya saat ini sedang mengatur waktu pertemuan dengan Panglima Hadi Tjahjanto. “Masih menyesuaikan waktu dengan Panglima Hadi,” kata Fritz saat dihubungi Tempo pada Jumat, 29 Desember 2017.
Baca: Pilkada 2018 dan Kekhawatiran Soal Pencalonan Jenderal
Adapun pembahasan yang akan dibicarakan dalam pertemuan itu, kata Fritz, mencakup tiga poin penting terkait netralitas TNI sehubungan dengan pencalonan diri para jedneral tersebut. Berikut poin-poinnya:
- Penyamaan pengertian netralitas
Fritz menjelaskan. berdasarkan Surat Telegram Panglima TNI Nomor: ST/983/2016 tanggal 9 Agustus 2016, ada enam poin yang mengatur tentang syarat anggota TNI menjadi anggota legislatif ataupun kepala daerah.
Surat yang didasari Undang-undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD serta Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota tersebut menyebutkan bahwa, "Anggota TNI dan PNS TNI yang telah ditetapkan sebagai calon peserta pilkada wajib menyerahkan keputusan pemberhentian dari dinas keprajuritan TNI dan keputusan pemberhentian PNS TNI paling lambat 60 (enam puluh) hari sejak ditetapkan sebagai calon peserta pilkada kepada KPU".
“Nah, aturan untuk menjaga netralitas TNI/Polri ini harus disamakan dengan PKPU Nomor 3 tahun 2017 tentang persyaratan pencalonan,” kata dia.
Pada pilkada 2018, sejumlah jenderal aktif dari kesatuan TNI dan Polri akan meramaikan gelaran itu sebagai calon gubernur. Adapun kelima jenderal tersebut adalah Panglima Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat Letnan Jenderal TNI Edy Rahmayadi, Kepala Kepolisian Daerah Kalimantan Timur Inspektur Jenderal Safaruddin, Wakil Kepala Lembaga Pendidikan dan Pelatihan Polri Inspektur Jenderal Anton Charliyan, Kepala Korps Brimob Polri Inspektur Jenderal Murad Ismail, serta Kepala Kepolisian Daerah Sumatera Utara Inspektur Jenderal Paulus Waterpauw.
Bila menilik rentang waktu tersebut, maka akhir Desember 2017 atau awal Januari 2018, jenderal aktif tersebut harus sudah mendapat pemberhentian dari TNI. Seperti halnya Agus Harimurti Yudhoyono yang ikut dalam kontestasi Pilkada DKI Jakarta pun mengundurkan diri jauh sebelum pilkada dimulai, yaitu pada September 2016.
Baca: Jenderal Maju di Pilkada, Perludem: Partai Mau Calon yang Instan
- Turunan aturan mengenai netralitas
Fritz mengatakan turunan dari pengertian netralitas itu harus dijelaskan dalam sebuah peraturan. Saat ini, menurut dia, Bawaslu sedang menggodok peraturan tentang keterlibatan aparatur sipil negara, serta anggota Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Republik Indonesia, dalam proses Pilkada 2018. “Kami perlu masukan Panglima terkait itu," ujarnya.
- Proses pengunduran diri anggota TNI
Bawaslu juga akan menyampaikan permintaan kepada Panglima TNI untuk memproses pengunduran diri jenderal TNI aktif yang mencalonkan diri dalam Pilkada 2018 dapat dikeluarkan sesegera mungkin. "Kami berharap dengan pertemuan itu Panglima TNI agar mempercepat proses pengunduran diri demi menjaga netralitas TNI," kata Fritz.