TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Eksekutif Persatuan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini mengatakan pengusungan jenderal dari kesatuan TNI dan Kepolisian RI dalam pemilihan kepala daerah 2018 menunjukkan kegagalan kaderisasi dalam internal partai politik. Partai cenderung mencari calon yang sudah siap pakai.
"Ini (pengusungan jenderal TNI dan Polri) karena partai maunya yang langsung jadi," kata Titi di kawasan Setiabudi, Jakarta Selatan pada Rabu, 27 Oktober 2017.
Menurut Titi, para jenderal yang akan maju dalam pilkada 2018 telah memiliki modal popularitas. Sebab, para jenderal ini kerap disebut sebagai putra daerah di tempat ia mencalonkan. Figur mereka pun dinilai telah berhasil di kancah nasional.
Baca: Jenderal TNI Maju Pilkada, Bawaslu Akan Temui Hadi Tjahjanto
Hal tersebut, kata Titi, merupakan branding citra politik yang luar biasa bagi partai. Dengan pengusungan para putra daerah itu, partai politik berharap dapat dengan mudah melakukan penggiringan opini publik terhadap calon tertentu dengan lebih mudah.
"Itu memperlihatkan partai hanya menjadi mesin produsen calon tanpa kemudian menarik garis dengan komitmen ideologis ataupun komitmen rekrutmen identitas mereka," kata Titi.
Dalam pengamatan Tempo, ada lima orang orang figur jenderal aktif dari kesatuan TNI dan Polri yang akan meramaikan pilkada serentak 2018 sebagai calon gubernur. Fenomena ini dinilai sebagai fenomena baru yang terjadi dalam pesta rakyat lima tahunan itu.
Baca: Jenderal Maju Pilkada, Pengamat: Kondisinya Beda dengan Orde Baru
Adapun kelima jenderal tersebut adalah Panglima Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat Letnan Jenderal TNI Edy Rahmayadi, Kepala Kepolisian Daerah Kalimatan Timur Inspektur Jendral Polisi Safaruddin, Wakil Kepala Lembaga Pendidikan dan Pelatihan Polri Inspektur Jenderal Polisi Anton Charliyan, Kepala Korps Brimob Polri Inspektur Jenderal Murad Ismail, Kepala Kepolisian Daerah Sumatera Utara Inspektur Jenderal Paulus Waterpauw.
Direktur Eksekutif Lingkar Madani Ray Rangkuti menyampaikan hal senada soal keinginan partai politik untuk memenangkan pemilihan kepala daerah secara instan. Menurut dia, munculnya wajah-wajah lama menunjukkan ketakutan mereka akan kekalahan dalam kontestasi politik. Hal itu membuat partai politik tidak memiliki keberanian untuk melakukan eksplorasi terhadap kader-kadernya.
Pengusungan calon dari eksternal partai akhirnya mengakibatkan terhambatnya wajah-wajah baru untuk muncul dalam kontestasi politik. Ia pun menyebut partai yang seperti ini mengalami kemandekan dalam proses kaderisasi. "Seharusnya tugas partai adalah meningkatkan elektabilitas kadernya yang berpotensi, menang kalah itu nomer dua," kata Ray.