TEMPO.CO, Jakarta - Terdakwa kasus korupsi proyek pengadaan kartu tanda penduduk elektronik atau e-KTP Andi Agustinus alias Andi Narogong divonis 8 tahun penjara dan denda Rp 1,1 miliar. Majelis Hakim menyampaikan beberapa fakta persidangan diantaranya fee untuk mantan Ketua DPR Setya Novanto.
"Terdakwa melakukan pertemuan dengan Anang Sudihardjo dan Paulus Tannos guna membahas mekanisme fee yang akan diberikan kepada Setya Novanto," kata hakim Frangki Tambuwun, Kamis, 21 Desember 2017.
Dari pertemuan tersebut, disepakati fee untuk Setya Novanto sebesar US$ 7 juta yang akan diberikan melalui Quadra Solution secara bertahap. Pembayaran melalui PT Quadra Solution dibuat agar seolah-olah sebagai pengeluaran perusahaan yang sah.
Baca juga: Pleidoi, Andi Narogong Sangkal Bentuk 3 Konsorsium Proyek E-KTP
Pertemuan tersebut dilakukan pascapertemuan di rumah Setya Novanto yang dihadiri Andi Narogong, Yohanes Marliem dan Paulus Tannos di rumah Setya Novanto. Dalam pertemuan itu, dibahas kebutuhan modal kerja yang dibutuhkan PNRI. Saat itu, Setya memperkenalkan mereka kepada Made Oka Masagung yang akan membantu permodalan PNRI.
Andi Narogong menjalani sidang putusan hari ini. Sebelumnya, jaksa menuntut Andi dengan hukuman 8 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan pada sidang tuntutan Kamis, 7 Desember 2017 lalu. Jaksa menilai Andi terbukti melanggar Pasal 3 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi sesuai dengan dakwaan kedua.
Andi juga diwajibkan membayar uang pengganti sebesar US$ 2,15 juta dan Rp 1,1 miliar yang dihitung dari banyaknya dana yang diterima terdakwa dari proyek bernilai Rp 5.84 triliun tersebut.
Dalam sidang tuntutan, jaksa mempertimbangkan status Justice Collaborator yang diterima Andi sebagai hal-hal yang meringankan. Andi ditetapkan sebagai Justice Colaborator oleh KPK melalui Surat Keputusan Pimpinan KPK RI No. KEP 1536/01-55/12/2017 Tanggal 5 Desember 2017. Status tersebut diterima karena sikap blak-blakan Andi Narogong tentang proses kongkalikong dalam korupsi pada proyek bernilai Rp 5,84 triliun tersebut.
Andi didakwa melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama hingga merugikan negara Rp 2,3 triliun. Tindakan Andi selain memperkaya diri sendiri juga diduga memperkaya orang lain dan korporasi.
Beberapa pihak yang diperkaya adalah Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi, Rp 50 juta dan satu ruko di Grand Wijaya dan sebidang tanah dijalan Brawijaya 3 melalui Asmin Aulia; Mantan Sekretaris Jenderal Kementerian Dalam Negeri, Diah Anggraeni, US$ 500 ribu; Drajat Wisnu Setiawan, US$ 400 ribu; bekas anggota tim teknis pengadaan, Tri Sampurno, US$ 20 ribu; Husni Fahmi, US$ 20 ribu; Miryam S. Haryani, US$ 1.2 juta; Ade Komaruddin, US$ 100 ribu dan Setya Novanto senilai US$ 7 juta serta jam tangan merek Richard Mile senilai US$ 135 ribu.
Baca juga: Andi Narogong Bantah Atur Pertemuan Bahas E-KTP dengan Setnov
Adapun korporasi yang diuntungkan di antaranya Perum Percetakan Negara Republik Indonesia (PNRI), Rp 107 miliar, PT Sandipala Arthaputra, Rp 145 miliar, PT Mega Lestari Unggul, Rp 148 miliar, PT LEN Industri, Rp 3,41 miliar, PT Sucofindo, Rp 8,21 miliar dan PT Quadra Solution Rp 79 miliar.
Andi Narogong juga didakwa menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana selaku penyelenggara negara. Andi diduga memanfaatkan wewenang yang dimiliki Irman dan Sugiharto sebagai pejabat di Kementerian Dalam Negeri dan Setya Novanto sebagai Ketua Fraksi Partai Golkar di DPR RI dalam upaya memuluskan proyek e-KTP.