TEMPO.CO, Jakarta - Sidang putusan untuk terdakwa kasus korupsi proyek pengadaan kartu tanda penduduk berbasis elektronik atau e-KTP, Andi Agustinus alias Andi Narogong ditunda sampai siang nanti. Padahal, sebelumnya sidang dijadwalkan mulai pukul 10.00.
Sejak pukul 09.00 pagi, ruang sidang telah dipenuhi awak wartawan. Selain itu, tim penasihat hukum dan jaksa penuntut umum KPK juga telah duduk dikursinya. Pada pukul 11.30 sidang diberitahukan ditunda hingga pukul 13.00.
Baca: Andi Narogong Hadapi Sidang Vonis Kasus E-KTP Hari Ini
Dalam sidang kali ini, pengacara Andi, Samsul Huda berharap majelis hakim akan memutuskan vonis yang seringannya. Hal tersebut didasarkan atas sikap koperatif dan status justice collaborator yang diterima Andi karena blakblakan mengungkapkan korupsi e-KTP. "Kami berharap putusan yg adil untuk Andi," katanya kepada Tempo, Kamis, 21 Desember 2017.
Samsul berharap Andi mendapat hukuman seringan mungkin baik dalam aspek kurungan penjara maupun denda. Sedangkan, pidana pengganti dari uang yang diterima dalam proyek e-KTP, kliennya siap mengganti. "Karena Andi sudah berkomitmen akan mengembalikan uang tersebut ke negara via KPK," katanya.
Sebelumnya, jaksa menuntut Andi dengan hukuman 8 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan pada sidang tuntutan Kamis, 7 Desember 2017 lalu. Jaksa menilai Andi terbukti melanggar Pasal 3 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi sesuai dengan dakwaan kedua. Andi juga diwajibkan membayar uang pengganti sebesar US$ 2,15 juta dan Rp 1,1 miliar yang dihitung dari banyaknya dana yang diterima terdakwa dari proyek bernilai Rp 5.84 triliun tersebut.
Baca: Andi Narogong: Saya Menyesal Telah Melukai Perasaan Bangsa Ini
Dalam sidang tuntutan, jaksa mempertimbangkan status justice collaborator yang diterima Andi sebagai hal-hal yang meringankan. Andi ditetapkan sebagai justice collaborator oleh KPK melalui Surat Keputusan Pimpinan KPK RI No. KEP 1536/01-55/12/2017 Tanggal 5 Desember 2017. Status tersebut diterima karena sikap blakblakan Andi tentang proses kong-kalikong dalam korupsi pada proyek bernilai Rp 5.84 triliun tersebut.
Andi didakwa melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama hingga merugikan negara Rp 2,3 triliun. Tindakan Andi selain memperkaya diri sendiri juga diduga memperkaya orang lain dan korporasi.
Beberapa pihak yang diperkaya adalah Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi, Rp 50 juta dan satu ruko di Grand Wijaya dan sebidang tanah dijalan Brawijaya 3 melalui Asmin Aulia; Mantan Sekretaris Jenderal Kementerian Dalam Negeri, Diah Anggraeni, US$ 500 ribu; Drajat Wisnu Setiawan, US$ 400 ribu; bekas anggota tim teknis pengadaan, Tri Sampurno, US$ 20 ribu; Husni Fahmi, US$ 20 ribu; Miryam S. Haryani, US$ 1,2 juta; Ade Komaruddin, US$ 100 ribu dan Setya Novanto senilai US$ 7 juta serta jam tangan merek Richard Mile senilai US$ 135 ribu.
Adapun korporasi yang diuntungkan di antaranya Perum Percetakan Negara Republik Indonesia (PNRI), Rp 107 miliar, PT Sandipala Arthaputra, Rp 145 miliar, PT Mega Lestari Unggul, Rp 148 miliar, PT LEN Industri, Rp 3,41 miliar, PT Sucofindo, Rp 8,21 miliar dan PT Quadra Solution Rp 79 miliar.
Andi juga didakwa menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana selaku penyelenggara negara. Andi diduga memanfaatkan wewenang yang dimiliki Irman dan Sugiharto sebagai pejabat di Kementerian Dalam Negeri dan Setya Novanto sebagai Ketua Fraksi Partai Golkar di DPR RI dalam upaya memuluskan proyek e-KTP.
Dalam sidang pleidoi Kamis, 14 Desember 2017 lalu, Andi Narogong melalui kuasa hukumnya membantah sebagai orang yang mengatur pertemuan dengan beberapa pihak dengan Setya Novanto untuk membahas e-KTP. Pertemuan dengan Setya Novanto disebut atas permintaan Irman. Andi juga membantah dakwaan sebagai inisiator pembentuk dan pengarah tiga konsorsium proyek e-KTP yakni PNRI, Astagraphia dan Murakabi Sejahtera. Pembentukan dan pengarahan konsorsium tersebut juga disebut atas perintah Irman.