TEMPO.CO, Jakarta -Mantan Direktur Jenderal Perhubungan Laut Antonius Tonny Budiono mengakui bahwa kontrak yang dibuat antara Kementerian Perhubungan dengan kontraktor terkait pekerjaan di Direktorat Perhubungan Laut penuh rekayasa.
"Saat saya jadi direktur memang namanya kontrak di perhubungan laut penuh rekayasa," kata Tonny Budiono saat bersaksi di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin.
Tonny bersaksi untuk terdakwa Komisaris PT Adhiguna Keruktama Adi Putra Kurniawan yang didakwa menyuap Direktur Jenderal Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan Antonius Tonny Budiono senilai Rp 2,3 miliar karena terkait pelaksanaan pekerjaan pengerukan pelabuhan dan Surat Izin Kerja Keruk (SIKK).
"Saya melihat proyek pengerukan sudah ada kavling-kavlingnya, makanya sejak saya menjadi Dirjen Hubla, saya tertibkan itu, tapi saya khilaf masih terima uang," ungkap Tonny.
BACA:Pengakuan Tonny Budiono Soal 30 Ransel Duit di Kamarnya
Dalam dakwaan disebutkan Adi Putra Kurniawan membuka beberapa rekening di Bank Mandiri menggunakan kartu tanda penduduk (KTP) palsu dengan nama Yongkie Goldwing dan Joko Prabowo,
Dalam periode 2015--2016, Adi membuat 21 rekening di bank Mandiri cabang Pekalongan, Jawa Tengah, dengan nama Joko Prabowo agar kartu transaksi otomatis di mesin bank (automatic teller machine/ATM)-nya dapat diberikan kepada orang lain.
Adi memberikan kartu ATM itu, antara lain kepada anggota lembaga swadaya masyarakat (LSM), wartawan, preman di proyek lapangan, rekan wanita dan beberapa pejabat di Kementerian Perhubungan (Kemenhub).
Tonny juga mengakui ada pegawai di Ditjen Hubla Kemenhub yang mengumpulkan uang untuk diberikan kepada auditor dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), termasuk yang menjabat selaku pejabat pembuat komitmen (PPK) proyek.
"Siap, PPK Agus Widoyoko sebagai PPK Pengerukan Kapal datang ke ruangan saya, menghubungi beberapa galangan kapal dan minta uang satu persen dari harga total untuk keperluan tim BPK. Saya katakan jangan layani karena bukan kelaziman. Itu laporannya 2017, tapi sebelumnya juga sudah dimintai uang satu persen," ungkapnya.
Dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Tonny juga diakuinya bahwa menjadi staf ahli Menteri Perhubungan, ia pernah dilapori oleh Yance (PT Dumas) dan Abi (PT Citra Shiyard) bila mereka dimintai uang oleh Fini senilai satu persen dari nilai proyek,
Fini, yang disebut Tonny, kini Kepala Bidang Logistik atau Kepala Bidang Operasi Distrik Navigasi Bitung.
BACA: Dirjen Tonny, Uang Bertebaran, dan Atap Gereja Bocor
Tonny lalu menyarankan Yance dan Budi agar tidak memenuhi permintaan Fini, yang saat itu menjabat sebagai PPK mengadaan kapal di Direktorat Navigasi Kemenhub.
Ia mengemukakan mengetahui jika permintaan uang untuk memenuhi permintaan BPK itu agar Kementerian Perhubungan mendapat opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari Fini sendiri.
Fini, dikemukakannya, sering menceritakan kepada beberapa orang, seperti Agus Widoyoko (PPK sekarang) maupun kepada kontraktor langsung jika pihak BPK minta uang.
Orang BPK yang melakukan audit pada Kementerian Perhubungan adalah Yudi Bawono, Yasrul, Agung Firman Sampurna. Fini biasa meminta kepada kontraktor proyek dengan nilai di atas Rp 10 miliar.