TEMPO.CO, Jakarta - Kuasa hukum Setya Novanto, Firman Wijaya, menyatakan belum mengetahui apakah kliennya dapat dihadirkan sebagai terdakwa dalam sidang perdana perkara tindak pidana korupsi kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP) di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Rabu, 13 Desember 2017.
"Kami belum tahu, ya. Kami berharap beliau tetap fit, ya. Tetapi, terakhir kami ketemu dengan beliau, kondisi beliau kan tidak selalu fit," katanya di Jakarta, Selasa, 12 Desember 2017.
Baca juga: Cerita Otto Hasibuan Dipuji Usai Tak Lagi Bela Setya Novanto
Sidang perdana perkara korupsi pengadaan e-KTP diagendakan pada 13 Desember 2017 atau sehari sebelum putusan permohonan praperadilan yang diajukan Setya.
"Memang kondisinya beliau kan up and down, ya. Jadi saya tidak bisa memastikan sehat betul, tetapi tentu perlu cek kesehatan," ujar Firman.
Terkait dengan hal itu, Firman meminta kesehatan Novanto menjadi perhatian pimpinan KPK. "Kami berharap kesehatannya jadi perhatian penting dari pimpinan KPK untuk memastikan karena tidak mungkin proses peradilan berjalan jika seseorang (Setya) dalam keadaan tidak sehat. Pemeriksaan yang wajar, kami rasa perlu," tuturnya.
Ia menambahkan, hadir atau tidaknya Setya juga bergantung pada pemeriksaan dokter. "Kami tidak menduga-duga, ya. Kami serahkan saja ke otoritas yang berwenang, dalam hal ini dokter," katanya.
Namun, kata Firman, tim kuasa hukum telah menyiapkan strategi khusus jika Setya dapat menghadiri sidang dengan agenda pembacaan dakwaan itu.
Baca juga: Saksi Ahli Setya Novanto: Persidangan Tak Gugurkan Praperadilan
"Tentu kami ingin mendengarkan secara faktual strategi dakwaan yang disusun, apakah sifatnya alternatif, apakah sifatnya kumulatif atau gabungan. Karena bisa saja surat dakwaan itu kan ada perubahan, misalnya karena kami melihat juga ada fakta-fakta, yang menurut kami bisa menjadi persoalan," ujarnya.
Setya Novanto ditetapkan kembali menjadi tersangka kasus korupsi e-KTP pada Jumat, 10 November lalu, dan disangkakan dengan Pasal 2 ayat 1 subsider Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.