TEMPO.CO, Jakarta - Guru besar Hukum Pidana Universitas Padjajaran, Komariah Emong Sapardjaja, menjadi saksi ahli dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menghadapi gugatan praperadilan Setya Novanto. Dalam kesaksiannya, Komariah mengatakan gugatan praperadilan Setya bisa gugur setelah persidangan dakwaan pokok perkara kasus kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP) dibacakan.
"Pemeriksaan dimulai ketika surat dakwaan dibacakan, tidak hanya ketika dibuka untuk umum, karena pemeriksaan saat itu belum dimulai," kata Komariah saat bersaksi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa, 12 Desember 2017.
Kesimpulan pendapat Komariah terlontar ketika hakim tunggal praperadilan, Kusno, meminta pertimbangan mengenai potensi gugurnya praperadilan setelah berkas perkara Setya dilimpahkan ke pengadilan. Kusno meminta pendapat ahli mengenai makna gugurnya praperadilan setelah pemeriksaan pokok perkara seperti dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 102/PUU-XIII/2015 tentang gugurnya permohonan praperadilan.
Baca juga: Praperadilan Setya Novanto, KPK Putar Video Andi Narogong
Komariah awalnya tak menjawab dengan tegas ihwal tafsir Putusan MK 102/2015 tersebut. Ia menyerahkan tafsir tersebut kepada hakim tunggal. Namun hakim Kusno meminta penjelasan Komariah. "Jangan diserahkan kepada saya saja, karena hakim pun memerlukan pertimbangan ahli," tuturnya.
Komariah pun memberikan pertimbangannya bahwa pemeriksaan pokok perkara dimulai setelah dakwaan dibacakan. "Jadi praperadilan gugur sejak dakwaan mulai dibacakan," katanya.
Hari ini, KPK menghadirkan dua saksi ahli hukum. Selain menghadirkan Komariah, KPK menghadirkan ahli hukum Mahmud Mulyadi. Gugurnya praperadilan sempat menjadi fokus dalam pemberian keterangan ahli.
Apa yang dikatakan Komariah berbeda dengan yang diungkapkan saksi ahli dari pihak Setya Novanto. Dalam sidang kemarin, ahli hukum Universitas Airlangga, Nur Basuki Minarno, menilai pelimpahan berkas perkara Setya Novanto ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi tak menggugurkan praperadilan penetapan tersangka kasus korupsi proyek e-KTP.
Baca juga: Saksi Ahli: KPK Bisa Tetapkan Setya Novanto Jadi Tersangka Lagi
Menurut dia, praperadilan dan persidangan pokok perkara adalah dua obyek peradilan yang berbeda.
Basuki merujuk pada Pasal 82 ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. "Pasal itu tidak memberikan satu justifikasi bahwa pemeriksaan pokok perkara menggugurkan praperadilan," ujarnya dalam sidang lanjutan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin, 11 Desember 2017.