TEMPO.CO, Jakarta - Berdasarkan hasil investigasi Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) bersama Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Maromoi Ternate, Maluku Utara, pada masa pelariannya dari Pos Satuan Tugas (Satgas) 732 Banua, Kepulauan Taliabu, Maluku Utara, pada 15 Oktober lalu, La Gode sempat menemui istri dan anaknya. Dia mengaku menerima tindak kekerasan dan sempat mengeluhkan kondisi tubuhnya.
Berdasarkan catatan keterangan saksi yang dimiliki Kontras, selama berada di Pos Satgas 732 Banua, saksi itu melihat tindakan-tindakan penyiksaan berupa tendangan dan pemukulan menggunakan kabel dan selang hingga La Gode tidak sadarkan diri.
Baca juga: Gatot Nurmantyo Tindak Lanjuti Kabar Penganiayaan La Gode
"Kontras menduga praktik-praktik tersebut pada 24 Oktober silam telah mencabut nyawa La Gode," ucap Kepala Divisi Pembelaan Hak Asasi Manusia Kontras Arif Nur Fikri di kawasan Senen, Jakarta, Selasa, 6 Desember 2017.
Saksi adalah orang yang bersama-sama ditangkap saat La Gode melarikan diri dari Pos Satgas 732 Banua di Desa Kramat oleh anggota kepolisian dan dua orang satgas, yang kemudian membawa keduanya ke Pos Satgas Banua 732.
Selain pemukulan dan tendangan oleh anggota satgas yang diduga adalah Komandan Kompi, Kontras mencatat gigi La Gode sempat dicabut. Saksi juga mengatakan sempat melihat La Gode diikat di sebuah pohon, yang diduga agar dia mengakui tindakan kejahatan yang dituduhkan.
Baca juga: Fadli Zon: Pelaku Penganiayaan La Gode Harus Dihukum
Seperti dilaporkan Kontras sebelumnya, La Gode tertangkap tangan melakukan tindak pidana pencurian singkong oleh kepolisian. Kemudian La Gode dibawa ke Pos Satgas 732 Banua untuk dibina dengan alasan polisi tidak memiliki ruang tahanan. Setelah sempat melarikan diri pada 15 Oktober dan tertangkap pada 23 Oktober, La Gode dinyatakan meninggal dunia di Pos Satgas 732 Banua pada 24 Oktober 2017.