TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Basaria Panjaitan mengatakan lembaganya tengah mempertimbangkan untuk meminta Imigrasi mencekal Gubernur Jambi Zumi Zola terkait dengan dugaan suap pengesahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Pemerintah Provinsi Jambi tahun 2018.
"Tim dari KPK masih berada di lapangan (Jambi). Sehingga nama-nama yang akan dicekal untuk berpergian ke luar negeri baru akan diketahui kemudian berdasarkan laporan dari tim," katanya di gedung KPK, Jakarta Selatan, Rabu, 29 November 2017.
Baca juga: Suap APBD Jambi 2018, KPK Telusuri Peran Gubernur Zumi Zola
Hari ini, KPK resmi menetapkan empat orang sebagai tersangka dalam kasus suap itu. Suap diduga diberikan sebagai "uang ketok" atau "uang pelicin" agar anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) memuluskan proses pengesahan APBD senilai Rp 4,5 triliun, yang resmi disahkan pada Senin kemarin, 27 November 2017.
Tiga dari empat tersangka merupakan anak buah Zumi di Pemprov Jambi, yaitu Erwan Malik, pelaksana tugas (Plt) Sekretaris Daerah; Arfan, Plt Kepala Dinas Pekerjaan Umum; dan Saipudin, Asisten Daerah Bidang III. Ketiganya menjadi tersangka pemberi suap. Sedangkan satu tersangka lain sebagai penerima suap adalah Supriono, Ketua Fraksi Partai Amanat Nasional di DPRD Provinsi Jambi periode 2009-2014.
Penetapan empat orang tersebut sebagai tersangka merupakan kelanjutan dari operasi tangkap tangan (OTT) KPK pada Selasa, 28 November 2017, di Jakarta dan Jambi. Dalam OTT tersebut, KPK mengamankan 16 orang dan total uang sekitar Rp 4,7 miliar.
Basaria menyebutkan, sebelum APBD 2018 disetujui, sejumlah anggota DPRD berencana tidak hadir dalam rapat pengesahan. Sebab, Pemprov Jambi belum menjanjikan uang ketok bagi anggota Dewan itu. Akhirnya, uang tersebut dicarikan perusahaan swasta rekanan pemerintah, yang kemudian diserahkan anak buah Zumi kepada anggota Dewan.
Meski ada permintaan uang pelicin tersebut, Basaria menuturkan tidak ada laporan sama sekali dari pihak Pemprov Jambi. Tindakan suap ini, kata dia, merupakan kesepakatan kedua belah pihak, bukan tindak pemerasan dari anggota Dewan. "Kalau sebelumnya ada laporan, tentu OTT ini tidak akan terjadi," ucapnya.
Hingga berita ini diturunkan, Zumi belum bisa dimintai konfirmasi terkait dengan kasus tersebut. Pesan pendek dan panggilan telepon yang dilayangkan Tempo belum direspons.
Pada Selasa malam di rumah dinasnya, Zumi Zola mengatakan masih menunggu berita resmi dari KPK terkait dengan OTT beberapa pejabat di pemerintahannya.
SYAIPUL BAKHORI | ANTARA