TEMPO.CO, Jakarta -- Ada yang menarik dalam persidangan Andi Narogong atau Andi Agustinus di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jumat 10 November 2017 lalu. Terutama menyimak kesaksian mantan Bos PT Gunung Agung, Made Oka Masagung dalam kasus korupsi kartu tanda penduduk elektronik atau e-KTP. Oka yang disebut sebagai kolega Setya Novanto hadir dalam ruang persidangan sudah siang hari, selepas Salat Jumat. Ia tiba menggunakan batik warna coklat dan masuk ruang persidangan menenteng amplop coklat besar.
"Saya ingin menyerahkan ini terlebih dulu, Yang Mulia," kata Oka kepada Ketua Majelis Hakim John Halasan Butar Butar sesaat setelah duduk di kursi saksi. "Nanti saja pak," begitu Hakim John menjawab. Namun Oka terus menyodorkan, setidaknya dua kali Oka menyorongkan amplop itu. Dua kali pula, Hakim menolaknya.
Oka merupakan salah pihak yang diduga menampung aliran duit e-KTP. Rekan dari Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Setya Novanto mengaku pernah menerima duit US$ 3,8 juta dari dua perusahaan yang terlibat proyek E-KTP, yaitu PT Quadra Solutions dan PT Biomorf Lone Indonesia.
Baca juga: Jadi Tersangka, Setya Novanto Bakal Ajukan Lagi Praperadilan
Saat menawarkan amplop itu untuk yang ketiga kalinya, hakim John kemudian bertanya, "Memang itu amplop isinya apa ?" Oka menjawab, "Surat sakit, Yang Mulia."
Mendengar hal itu, barulah hakim meminta amplop tersebut kepada Oka. Hakim John lantas membacakan isi surat tersebut. Salah satunya poin dalam surat itu pun menyebutkan bahwa Oka mengalami gangguan dalam hal menangkap respon berupa pertanyaan.
Mengetahui hal tersebut, hakim John lalu berpesan kepada salah satu jaksa KPK, "pelan-pelan saja ya pak." Jaksa Basir tampak hanya tersenyum, menganggukan kepala seraya melihat ke arah rekan-rekan jaksa lainnya.
BACA:Oka Masagung Akui Ada Tanda Terima Rp 1 Miliar dari Setya Novanto
Berhasil menyerahkan surat sakit kepada majelis hakim, selama persidangan Oka memang tampak kesulitan berbicara. Tidak semua pertanyaan dari jaksa bisa ia tangkap dengan baik. Banyak pertanyaan dari jaksa yang hanya dijawab, "lupa" atau "tak ingat," oleh Oka.
Ia bahkan sempat mengatakan bahwa dulunya pernah diperiksa oleh penyidik KPK bernama Basir, namun tak sadar bahwa orang yang duduk di kursi jaksa salah satunya adalah Basir sendiri. Oka baru sadar setelah diberi tahu oleh hakim John.
Di akhir persidangan, hakim John tampak berkeluh kesah di depan Oka, "Kok lupa semua, kan yang ditanyakan sederhana ?" Oka tak menjawab dan hanya mendengarkan perkataan dari hakim.
Sidang berakhir sekitar pukul 16.00 WIB. Hakim John tampak tak puas dengan keterangan yang diberikan oleh Oka. Ia pun meminta agar jaksa kembali menghadirkan kolega Setya Novanto dalam persidangan selanjutnya pada Senin depan, 13 November 2017. "Nanti akan kami jadwalkan ulang, Yang Mulia," ujar jaksa Basir memenuhi permintaan dari hakim.
Oka sendiri merupakan rekan Setya. Dalam sidang sebelumnya pada 6 November lalu, Setya mengaku kenal dengan Oka saat keduanya masih aktif di Kosgoro. Oka mengaku kerap bertemu di kediaman Setya Novanto di Widya Chandra III, Jakarta Selatan.
Selain menelusuri aliran dana Rp 1 miliar, KPK tengah mendalami peran Oka dalam proyek e-KTP. Salah satunya karena Oka mengaku menerima duit US$ 3,8 juta dari dua perusahaan yang terlibat dalam proyek e-KTP, yaitu PT Quadra Solutions dan PT Biomorf Lone Indonesia.
FAJAR PEBRIANTO