Hakim Konstitusi Patrialis Akbar ditetapkan sebagai tersangka penerima suap setelah Komisi Pemberantasan Korupsi meringkusnya dalam operasi tangkap tangan. Dia diduga menerima suap terkait dengan sengketa Undang-Undang Peternakan dan Kesehatan Hewan di MK.
TEMPO.CO, Jakarta - Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi atau MKMK resmi memberhentikan tidak dengan hormat Patrialis Akbar dari posisi hakim konstitusi. Patrialis yang kini menjadi tersangka Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu terbukti melakukan pelanggaran kode etik berat.
"Menyatakan, satu, hakim terduga Patrialis Akbar terbukti melakukan pelanggaran berat terhadap kode etik dan pedoman perilaku hakim MK. Dua, menjatuhkan sanksi pemberhentian tidak dengan hormat kepada hakim terduga," ujar Ketua MKMK Sukma Violetta di ruang sidang lantai empat gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis, 16 Februari 2017.
Kata Sukma, hasil tersebut akan dibawa pada Ketua MK Arief Hidayat. Penyampaian laporan kepada Arief, menurut dia, sekaligus menandai bahwa tugas dan tanggung jawab MKMK telah selesai.
"Tugas (MKMK) itu dapat diselesaikan oleh Majelis Kehormatan setelah bekerja maraton sejak dibentuk pada 27 Januari 2017 hingga hari ini," ujarnya.
Hasil keputusan pemeriksaan lanjutan Patrialis itu dibacakan pada pukul 19.45 WIB. Lima anggota MKMK pun bergantian membacakan hasil keterangan saksi, menjabarkan pemeriksaan alat bukti, hingga penyampaian amar putusan.
Adapun tahap pemeriksaan pendahuluan Patrialis telah selesai pada 6 Februari lalu. Sehari setelahnya, rekomendasi pemberhentian sementara Patrialis disampaikan langsung oleh Arief pada Presiden Joko Widodo.