Dugaan Kekerasan Mahasiswa Mapala UII, Ini Cerita Peserta
Editor
Eko Ari Wibowo
Rabu, 25 Januari 2017 17:16 WIB
TEMPO.CO, Yogyakarta - Pelaksanaan pendidikan dasar The Great Camping XXXVII Mapala Unisi Universitas Islam Indonesia (UII), Yogyakarta, telah mengakibatkan tiga mahasiswa meninggal. Ada sejumlah luka ditemukan di tubuh korban. Namun, sebagian peserta membantah ada penganiayaan yang mereka alami selama mengikuti diksar.
Kegiatan fisik seperti merayap di tanah mereka anggap wajar, meskipun ada luka-luka pada punggung kedua tangan mereka. “Luka-luka itu karena saat merayap kena duri-duri,” kata peserta pendidikan dasar Mapala UII berinisial F yang saat dihubungi suaranya terdengar ragu-ragu menjawab, Rabu, 25 Januari 2017.
Baca:
3 Mahasiswa UII Tewas, Anggota Mapala Senior Buka Mulut
Begini Detik-detik Sebelum Peserta Diksar Mapala UII Tewas
F mengaku tidak mengalami luka-luka parah. Saat hujan turun, apabila tengah menjalankan materi diksar, peserta tetap kehujanan. Namun apabila tidak sedang menjalankan materi, mereka diperbolehkan berteduh.
F adalah salah satu dari peserta diksar yang tidak diopname di Jogja International Hospital (JIH). Dari 37 peserta, tiga orang meninggal, sepuluh orang dirawat di JIH, dan sisanya rawat jalan. “Sudah dua kali saya menjalani pemeriksaan kesehatan di JIH. Kalau sakit diminta kontrol,” kata F, yang buru-buru mematikan telepon dengan alasan sedang ada kegiatan.
Baca: Teka-Teki Kematian 3 Mahasiswa UII: Disebut Diare, Faktanya..
Sedangkan peserta dengan inisial R menjelaskan memang ada tindakan berupa menampar atau pun menyabet badan dengan ranting. Namun tindakan tersebut, menurut R, bukan untuk menyakiti. “Tapi biar peserta fokus. Jadi ada tamparan dan pukulan dengan ranting,” kata R, yang juga dihubungi melalui telepon.
Tindakan tersebut juga untuk mencegah peserta mengalami hipotermia mengingat mereka kehujanan dan hawa di lokasi dingin. “Jadi tujuan kontak fisik itu ya begitu filosofinya,” kata R, yang juga peserta yang tidak diopname.
Sedangkan kegiatan selama diksar, menurut R, antara lain ada rock climbing atau panjat tebing, juga survival untuk melatih bertahan hidup di alam dengan makan tumbuh-tumbuhan di sana.
Almarhum Syaits Asyam, 20 tahun, mahasiswa Jurusan Teknik Industri dari Sleman, mengaku kepada ibunya, Sri Handayani, telah disabet punggungnya dengan rotan, diinjak kakinya, juga menenteng air dengan menggunakan leher. Sedangkan almarhum Ilham Nurpadmy Listia Adi, 20 tahun, mahasiswa Fakultas Hukum juga mengaku kepada ayahnya, Syafii, melalui telepon telah mendapat pukulan.
“Tapi saya tidak tahu, dipukul pada bagian mana,” kata Syafii saat ditemui di Rumah Duka Rumah Sakit Bethesda, Yogyakarta, Selasa, 24 Januari 2017. Keduanya yang sempat dirawat di Bethesda juga mengalami luka serius.
Berdasarkan catatan medis yang disampaikan Kepala Bagian Hubungan Masyarakat dan Marketing Bethesda Nur Sukawati yang biasa dipanggil Nuri, Asyam mengalami patah tulang multiple trauma berdasarkan hasil foto thorax.
“Jadi hampir semua tulang rusak. Bagian kedua kaki, tangan, pantat, dan punggung. Juga diare dan gagal napas,” kata Nuri saat ditemui di ruang pertemuan Bethesda, Selasa, 24 Januari 2017.
Sedangkan Ilham mengalami berak darah segar dan ada trauma pada abdomen atau sekitar perut, juga mengalami berak darah hitam. Untuk menambah darah yang terus keluar, Ilham pun menjalani tranfusi hingga menghabiskan satu kantong darah. “Kondisinya kritis karena berak darah terus,” kata Nuri.
PITO AGUSTIN RUDIANA
Baca:
Dugaan Penganiayaan Mahasiswa UII, Rektor Sebut Nama Ini
Begini Indikasi Kekerasan dan Penganiayaan 3 Mahasiswa UII