TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Mahasiswa Pencinta Alam Universitas Islam Indonesia Angkatan 1978, Budi Wibowo, merasa heran dengan pendidikan dasar Mapala UII berujung tewasnya tiga mahasiswa. Sebab, ketika dia masih aktif, kegiatan fisik saat pendidikan dasar tidak dominan.
Baca juga: 3 Mahasiswa UII Tewas Anggota Lawas Mapala Turun Gunung
“Fisik sedikit. Merayap, merangkak, jalan kaki,” kata Budi saat ditemui di Rumah Sakit Bethesda, Selasa, 24 Januari 2017.
Tiga anggota Mapala UII tewas setelah mengikuti pendidikan dasar dan latihan bertajuk Great Camping di Tawangmangu, Karanganyar, Jawa Tengah, akhir pekan lalu. Baik korban maupun kampus mengakui ada unsur kekerasan senior.
Baca juga:
3 Mahasiswa UII Tewas, Polisi: Sudah Ada Titik Terang
Kemristekdikti Minta Kasus Mahasiswa UII Diinvestigasi
Menurut Budi, di zamannya, pendidikan dasar lebih mengutamakan pengenalan soal alam, soal bagaimana bertahan hidup di alam, juga bagaimana hidup bermasyarakat. Mengenai lokasi, pendidikan dasar pun dilangsungkan dengan melakukan jelajah alam dari Deles, Klaten, ke Kinahrejo, Sleman. Namun, sejak Kinahrejo tertutup lahar pasca-erupsi Gunung Merapi pada 2010, lokasinya pun dipindahkan.
“Setahu saya, baru tiga tahun ini pindah ke Gunung Lawu,” kata Budi.
Anggota senior lain, Sugiyono, menambahkan, standar operasional prosedur bagi calon peserta pendidikan dasar pun sama. Misalnya, ada cek kesehatan lebih dulu.
PITO AGUSTIN RUDIANA