TEMPO.CO, Yogyakarta - Kepolisian Resor Karanganyar, Jawa Tengah, membentuk tim khusus untuk mengungkap tewasnya tiga peserta Pendidikan Dasar Mahasiswa Pencinta Alam (Mapala) Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta. Tim tersebut sudah bekerja dengan mengumpulkan keterangan dari para saksi. "Kami bergerak cepat," kata Kapolres Karanganyar Ajun Komisaris Besar Ade Safri Simanjuntak, Selasa, 24 Januari 2017. “Indikasinya memang terjadi kekerasan,” kata Ade.
Rektor Universitas Islam Indonesia (UII) Harsoyo mengakui ada indikasi kekerasan dalam acara pelaksanaan Pendidikan Dasar The Great Camping (TGC) XXXVII Mahasiswa Pecinta Alam (Mapala) Unisi UII. Kekerasan itu dilakukan terhadap peserta pendidikan dasar yang ikut berlatih di lereng Gunung Lawu, Karanganyar, Jawa Tengah.
Baca Juga:
3 Mahasiswa UII Tewas Anggota Lawas Mapala Turun Gunung
Dugaan kekerasan itu, kata Harsoyo, berdasarkan hasil investigasi awal yang dilakukan tim kampus UII yang bekerja sejak 21 Januari 2017. Selain Syaits Asyam, korban meninggal dalam acara pendidikan dasar Mapala adalah Ilham Nurpadmy Listia Adi dan Muhammad Fadhli. Masing-masing mahasiswa jurusan Teknik Industri, Fakultas Hukum, dan Teknik Elektro.
Dengan demikian, total korban meninggal 3 orang. "Ada pengakuan dari peserta kalau ada kekerasan. Tapi hanya dipukul dengan ranting, bukan rotan,” kata Harsoyo yang ditemui di Rumah Duka Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta, Selasa, 24 Januari 2017.
Baca: Mahasiswa UII, Meminta Maaf ke Ibu Sebelum Tewas
Harsoyo mengatakan ada kejanggalan dalam kasus tewasnya mahasiswa UII, terutama banyak ditemukan luka pada tubuh korban. Sebelum meninggal, tak banyak yang diungkapkan korban. "Sulit membuat mereka mengaku. Mungkin karena takut,” kata Harsoyo sembari menambahkan, hingga Selasa belum ada pengakuan dari panitia pendidikan dasar Mapala.
Almarhum Syaits Asyam, 20 tahun, kata Harsoyo, menderita cukup banyak luka di tubuhnya. Luka-luka pada tangan mirip goresan benda kecil dan tajam. Berdasarkan informasi yang diperoleh Harsoyo, goresan itu akibat dari kegiatan merangkak di lereng Gunung Lawu. Karena banyak kerikil, bagian tubuhnya tergores saat merangkak.
Harsoyo menjelaskan, dari 37 peserta pendidikan dasar Mapala, 33 orang menjalani pemeriksaan medis ulang di Jogja International Hospital. Pemeriksaan ini untuk mengecek ulang kondisi mereka.
Syafii, ayah llham Nurpadmy Listia Adi, meyakini ada penganiayaan yang dilakukan panitia. Anak bungsunya itu, kata Syafii, sempat menelepon sebelum meninggal. “Anak saya sempat telepon dan bilang kalau disiksa. Dia bilang dipukul. Tapi saya enggak tanya dipukul bagian mana,” kata Syafii.
Simak: Mahasiswa UII Tewas, "Pak Menteri" Itu Berpulang
Dan dari luka-luka yang dilihatnya, Syafii yakin penganiayaan dilakukan tidak dengan tangan kosong. “Melihat bukti fisiknya enggak mungkin pakai tangan," ujarnya. Jenazah Ilham dibawa ke Ruang Forensik RSUP Sardjito untuk diautopsi atas permintaan Syafii. Autopsi diperlukan untuk melengkapi berkas laporannya kepada polisi. “Proses hukum tetap jalan. Saya minta UII bertanggung jawab,” kata Syafii.
PITO AGUSTIN RUDIANA