MK Kabulkan Sebagian Uji Materi Pasal Kebal Hukum di Perpu Covid-19
Reporter
Friski Riana
Editor
Aditya Budiman
Kamis, 28 Oktober 2021 19:52 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Mahkamah Konstitusi mengabulkan sebagian permohonan uji materi atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang atau Perpu Covid-19.
“Mengadili: Dalam pengujian materiil: mengabulkan permohonan untuk para pemohon untuk sebagian,” kata Ketua MK Anwar Usman dalam putusannya, Kamis, 28 Oktober 2021.
Uji materi yang dikabulkan pada Putusan Nomor 37/PUU-XVIII/2020 ini mengenai Pasal 27 ayat (1) dan (3) yang diajukan oleh Yayasan Penguatan Partisipasi, Inisiatif, dan Kemitraan Masyarakat Indonesia (YAPPIKA).
Saat Perpu Covid-19 ini terbit dan ditetapkan menjadi UU Nomor 2 Tahun 2020, banyak masyarakat yang mengkritik Pasal 27 sebagai pasal kebal hukum. Sebab dianggap memberikan imunitas kepada Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK).
Pasal 27 ayat (1) menyebutkan biaya yang telah dikeluarkan pemerintah dan/atau lembaga anggota KSSK dalam rangka pelaksanaan kebijakan pendapatan negara merupakan bagian dari biaya ekonomi untuk penyelamatan perekonomian dari krisis dan bukan merupakan kerugian negara.
Dalam amar putusannya, MK menyatakan bahwa Pasal 27 ayat (1) bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai, “bukan merupakan kerugian negara sepanjang dilakukan dengan iktikad baik dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan”.
Pada uraian pertimbangannya, hakim konstitusi menyatakan Pasal 27 ayat (1) bertentangan dengan prinsip kepastian dan perlakuan yang sama di hadapan hukum. Sehingga, dalil permohonan para pemohon beralasan menurut hukum untuk sebagian.
Dengan dikabulkannya dalil ini, MK mengubah ketentuan Pasal 27 ayat (1) menjadi:
“Biaya yang telah dikeluarkan Pemerintah dan/atau lembaga anggota KSSK dalam rangka pelaksanaan kebijakan pendapatan negara termasuk kebijakan di bidang perpajakan, kebijakan belanja negara termasuk kebijakan di bidang keuangan daerah, kebijakan pembiayaan, kebijakan stabilitas sistem keuangan, dan program pemulihan ekonomi nasional, merupakan bagian dari biaya ekonomi untuk penyelamatan perekonomian dari krisis dan bukan merupakan kerugian negara sepanjang dilakukan dengan iktikad baik dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan”.
Pasal 27 ayat (2) mengatur bahwa anggota KSSK, jajarannya, serta pejabat lainnya yang berkaitan dengan pelaksanaan Perpu Covid-19 ini tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana jika dalam melaksanakan tugas didasarkan pada iktikad baik dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pada uraian pertimbangan, MK menyatakan frasa “bukan merupakan kerugian negara” pada ayat (1) sudah dinyatakan inkonstitusional secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai “bukan merupakan kerugian negara sepanjang dilakukan dengan iktikad baik dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan”. Sehingga, tidak terdapat lagi persoalan inkonstitusionalitas terhadap norma Pasal 27 ayat (2) Lampiran UU 2/2020
Menurut hakim, Pasal 27 ayat (2) Lampiran UU 2/2020 telah menjamin kepastian hukum dan perlakuan yang sama di hadapan hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 27 ayat (1) dan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945.
“Dengan demikian, dalil permohonan para Pemohon berkenaan dengan inkonstitusionalitas Pasal 27 ayat (2) Lampiran UU 2/2020 adalah tidak beralasan menurut hukum,” bunyi putusan tersebut.
<!--more-->
Pasal 27 ayat (3) berbunyi: Segala tindakan termasuk keputusan yang diambil berdasarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang ini bukan merupakan objek gugatan yang dapat diajukan kepada peradilan tata usaha negara.
Dalam uraian pertimbangannya, hakim mempertimbangkan bahwa ketentuan Pasal 27 ayat (3) tidak dapat dilepaskan dari adanya ketentuan Pasal 49 UU Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN).
Merujuk ketentuan Pasal 49 UU PTUN, menurut pertimbangan hakim, maka sesungguhnya dalam keadaan pandemi Covid-19 seperti yang terjadi saat ini merupakan bagian dari keadaan yang dikecualikan untuk tidak dapat dijadikan sebagai objek gugatan terhadap Keputusan Badan Tata Usaha Negara kepada Peradilan Tata Usaha Negara. Namun, setelah dicermati, UU 2/2020 tidak hanya berkaitan dengan pandemi Covid-19 tetapi juga dengan berbagai macam ancaman yang membahayakan perekonomian nasional dan/atau stabilitas sistem keuangan.
Karena itu, terhadap keadaan di luar pandemi Covid-19 dan begitu pula terhadap keputusan Badan Tata Usaha Negara yang didasarkan pada iktikad yang tidak baik dan tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan, menurut Mahkamah, hal demikian seharusnya tetap dapat dikontrol dan dapat dijadikan objek gugatan ke (PTUN).
Dalam putusannya, hakim konstitusi menyatakan Pasal 27 ayat (3) bertentangan dengan UUD 1945. Sehingga, ketentuan dalam pasal ini berubah menjadi:
“Segala tindakan termasuk keputusan yang diambil berdasarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang ini bukan merupakan objek gugatan yang dapat diajukan kepada peradilan tata usaha negara sepanjang dilakukan terkait dengan penanganan pandemi Covid-19 serta dilakukan dengan iktikad baik dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan”.
Putusan atas permohonan uji materi pasal Perpu Covid-19 ini juga terdapat pendapat berbeda atau dissenting opinion. Tiga hakim Mahkamah Konstitusi yang memiliki pendapat berbeda adalah Anwar Usman, Arief Hidayat, dan Daniel Yusmic P. Foekh. Mereka berbeda pendapat dengan mayoritas hakim, khusus Pasal 27 ayat (10 dan ayat (3). Ketiga hakim berpendapat seluruh dalil permohonan para pemohon, baik pengujian formil maupun pengujian materiil, tidak beralasan menurut hukum.
Baca juga: Hakim MK Dissenting Soal Pemblokiran Internet, YLBHI: Bukti Ada yang Pelanggaran
FRISKI RIANA