TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Asfinawati mengatakan, adanya dissenting opinion dalam putusan Mahkamah Konstitusi mengenai pemblokiran internet oleh pemerintah menunjukkan permohonan itu valid.
“Adanya 2 hakim dissenting menunjukkan apa yang dipersoalkan pemohon berdasar, bahwa ada yang melanggar konstitusi,” kata Asfinawati kepada Tempo, Kamis, 28 Oktober 2021.
Asfinawati juga menyayangkan putusan MK menyatakan pemblokiran internet oleh pemerintah merupakan tindakan konstitusional.
MK sebelumnya menolak permohonan uji materi Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik. Permohonan itu diajukan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia sebagai respons atas kebijakan pemerintah memutus akses internet di Papua saat aksi demonstrasi pada 2019.
Dasar pemerintah memblokir internet di Papua dan Papua Barat Pasal 40 ayat 2 yang berbunyi, "Pemerintah melindungi kepentingan umum dari segala jenis gangguan sebagai akibat penyalahgunaan Informasi Elektronik dan Transaksi Elektronik yang mengganggu ketertiban umum, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan".
MK menyatakan pemblokiran internet oleh pemerintah merupakan tindakan konstitusional.
Mahkamah menilai pemblokiran dan pemutusan internet, dalam konteks ini negara diwajibkan hadir untuk melindungi kepentingan umum dari segala bentuk gangguan. Sebab adanya penyalahgunaan muatan dalam menggunakan informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik, sehingga dinilai tidak bertentangan dengan prinsip negara hukum.
Adapun dua hakim, Saldi Isra dan Suhartoyo, menyampaikan memiliki pendapat berbeda atau dissenting opinion. Menurut mereka, norma Pasal 40 ayat 2b UU ITE tidak memuat adanya prosedur yang harus dilakukan pemerintah dalam memutus akses atau memerintahkan pemutusan akses.
Padahal, menurut mereka, dalam batas penalaran yang wajar, wewenang yang diberikan dalam norma Pasal 40 ayat (2b) UU ITE kepada pemerintah adalah menyangkut atau berdampak pada pembatasan hak asasi manusia atau hak konstitusional warga negara, sehingga seharusnya juga diatur secara jelas.
Norma dalam undang-undang mestinya memberikan kepastian mengenai bagaimana pembatasan arau pemblokiran internet tersebut dilakukan. Sehingga warga negara atau lembaga yang terdampak akibat pembatasan hak tersebut mengetahui dasar atau pertimbangan pemerintah memutuskan pembatasan hak atas informasi dimaksud. Kedua hakim juga menilai seharusnya permohonan pemohon dinyatakan beralasan menurut hukum untuk sebagian.
Baca juga: MK Nyatakan Pasal Pemblokiran Internet Konstitusional