TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI, Bambang Soesatyo, mengatakan mendukung rencana presiden terpilih Prabowo Subianto membentuk presidential club yang berisi para mantan presiden. Pria yang akrab disapa Bamsoet itu menuturkan, jika Prabowo setuju, presidential club bisa diformalkan melalui Dewan Pertimbangan Agung (DPA) Presiden.
Menanggapi pernyataan Bamsoet itu, pakar Ilmu Pemerintahan Universitas Padjadjaran Bandung, Dede Sri Kartini, mengatakan rencana pembentukan presidential club yang diusulkan Prabowo nantinya tidak perlu dilembagakan.
"Apakah presidential club ini tidak perlu dilembagakan seperti DPA? Ya, menurut saya, lebih baik tidak dilembagakan, tetapi itu pun kalau mau," kata Dede saat dihubungi pada Selasa, 7 Mei 2024 seperti dikutip Antara.
Dia menuturkan Prabowo lebih baik menggunakan Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) dibandingkan menghidupkan kembali DPA yang membuat Undang-Undang Dasar 1945 perlu diamendemen.
"Lebih baik Wantimpres saja. Wantimpres yang memang tidak punya kepentingan politik apa pun yang fungsinya adalah memberikan nasihat atau pertimbangan," ujarnya.
Meski demikian, dia mengatakan apabila presidential club jadi dibentuk, maka Prabowo sebagai presiden berikutnya harus memperhatikan potensi konflik internal.
"Jangan sampai pembentukan presidential club, kalau diisi oleh mantan presiden dan wakil presiden, di situ muncul konflik internal yang nantinya membuat bingung (dalam mengambil keputusan)," kata dia.
Pernyataan Bamsoet Soal DPA
Sebelumnya, dalam keterangan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa, 7 Mei 2024, Bamsoet menyatakan DPA yang dihapus melalui amendemen keempat konstitusi seiring reformasi itu dapat dibentuk kembali. Syaratnya, melaui amendemen kelima dengan menghidupkan kembali Pasal 16 UUD 1945.
"Saya hanya menyampaikan, kalau mau diformalkan, kita pernah punya DPA, tetapi pascareformasi itu kan dihapus, diganti dengan namanya Dewan Pertimbangan Presiden, Wantimpres. Ya, kalau mau diformalkan lagi biar lebih bagaimana gitu, ya, boleh saja, tergantung Prabowo, tetapi itu harus melalui tentu saja amendemen kelima (UUD 1945)," kata dia.