3 Poin Pledoi Saeful Bahri: Jatah KPU sampai Merasa Diperas
Reporter
Caesar Akbar
Editor
Syailendra Persada
Jumat, 15 Mei 2020 06:12 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Kader PDIP Saeful Bahri membacakan pledoi dalam kasus suap terhadap mantan Komisioner Komisi Pemilihan Umum atau KPU Wahyu Setiawan pada Kamis, 14 Mei 2020.
Dalam perkara ini, Hakim Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi mendakwa Saeful bersama bekas calon anggota legislatif PDIP, Harun Masiku, menyuap Wahyu Rp 600 juta. Suap itu diberikan agar Wahyu mempengaruhi keputusan KPU untuk menetapkan Harun menjadi anggota DPR lewat pergantian antarwaktu.
Tempo mencatat setidaknya ada tiga fakta yang diungkap Saeful dalam persidangan tersebut.
1. Wahyu secara tak langsung minta dana operasional
Saeful mengaku ditugaskan PDIP untuk mengurus upaya penetapan Harun Masiku dengan menghubungi orang dekat Wahyu, Agustiani Tio Fridelina. Ia mengatakan, Tio menyampaikan ada permintaan dana operasional secara tidak langsung dari Wahyu.
"Ada permintaan secara tidak langsung dari Pak Wahyu yang menghendaki adanya dana operasional, namun tidak disebutkan nominalnya," kata Saeful membacakan pleidoi dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis, 14 Mei 2020.
Upaya tersebut dilakukan lantaran surat permohonan PDIP kepada KPU agar menetapkan Harun Masiku sebagai anggota DPR menggantikan Nazarudin Kiemas yang meninggal tidak digubris.
Saeful berujar PDIP beberapa kali mengirimkan surat permohonan itu kepada KPU dengan melampirkan putusan Mahkamah Agung tentang kewenangan partai untuk menunjuk anggota DPR.
Meski telah dikirimi surat permohonan itu, KPU berkukuh menunjuk Riezky Aprilia, caleg PDIP dengan perolehan suara terbanyak kedua di daerah pemilihan Sumatera Selatan I untuk menggantikan Nazarudin. KPU menganggap permintaan PDIP tak sesuai aturan.
<!--more-->
2. Setiap Komisioner KPU dijatah Rp 100 juta
Saeful Bahri, mengakui menawarkan uang operasional sebanyak Rp 750 juta untuk mengurus penetapan Harun Masiku menjadi anggota DPR. Ia awalnya menduga Wahyu akan mendistribusikan uang itu Rp 100 juta ke tiap komisioner KPU.
Saeful yang ditugaskan PDIP untuk mengurus upaya penetapan Harun Masiku ini menghubungi orang dekat Wahyu, Agustiani Tio Fridelina. Ia mengatakan, Tio menyampaikan ada permintaan dana operasional secara tidak langsung dari Wahyu.
Ia kemudian menawarkan uang operasional sebanyak Rp 750 juta dengan perhitungan masing-masing komisioner Rp 100 juta. Sebanyak Rp 50 juta akan diberikan ke Tio sebagai perantara. "Angka yang menurut saya masih berada dalam tingkatan wajar sebagai hadiah ucapan terima kasih," kata dia.
Atas pernyataan tersebut, Ketua Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia Arief Budiman membantah ada pembagian jatah uang Rp 100 juta untuk setiap komisioner dalam kasus suap Harun Masiku. "Jangankan pembagian, pembicaraan soal uang itu tidak pernah ada di tempat kami."
3. Saeful Bahri merasa diperas
Dalam persidangan tersebut, Saeful menyatakan merasa menjadi korban pemerasan dalam pengurusan pergantian antarwaktu anggota DPR. Alasan yang sama pernah diutarakan oleh PDIP pada awal kasus suap ini bergulir.
"Atas dasar fakta-fakta tersebut apakah tidak sepatutnya perkara ini lebih tepat dinyatakan sebagai delik pemerasan oleh KPU kepada saya?" kata dia.
Menurut Saeful, munculnya permintaan uang operasional Rp 1 miliar untuk pengurusan pergantian antarwaktu Caleg PDIP dari Sumsel Harun Masiku justru dari pihak KPU. "Atau setidaknya diwakili Bapak Wahyu (Wahyu Setiawan)."
Dia menuturkan bahwa sejak awal partainya konsisten menempuh langkah hukum untuk memperjuangkan pelaksanaan putusan Mahkamah Agung soal penetapan anggota DPR terpilih. PDIP mengajukan uji materi Pasal 54 Ayat 5 Peraturan KPU Nomor 3 Tahun 2019 ke Mahkamah Agung.
Putusan MA ialah memberikan kewenangan kepada pimpinan partai untuk menentukan penetapan suara calon legislatif yang meninggal dunia. MA pun memutuskan permohonan Pemohon dikabulkan sebagian.
PDIP lantas melampirkan putusan MA tersebut dalam suratnya kepada KPU untuk meminta pergantian Nazarudin Kiemas yang telah meninggal dengan Harun Masiku. Namun, KPU tetap melantik Riezky Aprilia.