Wakil ketua KPK Saut Situmorang, memberikan keterangan kepada awak media, di Gedung KPK, Jakarta, 3 Oktober 2017. KPK menetapkan mantan Bupati Kabupaten Konawe Utara Aswad Sulaiman sebagai tersangka yang diduga menerima uang sebesar Rp 13 miliar terkait kasus dugaan korupsi dalam penerbitan ijin kuasa pertambangan eksplorasi dan eksploitasi serta IUP operasi produksi dari Pemkab Konawe Utara 2007-2014. TEMPO/Imam Sukamto
TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Saut Situmorang mengatakan surat perintah dimulainya penyidikan (SPDP) terhadap Setya Novanto telah dikirimkan ke yang bersangkutan. Namun demikian, Saut enggan berkomentar lebih jauh kapan surat tersebut dikirim KPK.
"Nanti kita tunggu saja. Tunggu dulu," katanya di gedung KPK, Jakarta, Jumat, 10 November 2017. Saat ditanya apakah Setya telah ditetapkan menjadi tersangka lagi, Saut enggan menjawab pertanyaan tersebut dan malah bertanya kembali kepada wartawan. "Kalau SPDP apa, tuh?" ujarnya.
Sebelumnya, SPDP KPK terhadap Setya ramai tersebar. Surat yang menyebar di kalangan wartawan tersebut diteken langsung Direktur Penyidikan KPK Aris Budiman pada 3 November 2017. SPDP tersebut juga mencantumkan tanggal penerbitan surat perintah penyidikan (sprindik) untuk Setya tertanggal 31 Oktober 2017.
Juru bicara KPK, Febri Diansyah, tak membantah keberadaan sprindik dan SPDP tersebut. Ia membenarkan KPK memang telah membuka penyidikan baru kasus kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP), bahkan menetapkan satu orang baru sebagai tersangka. "Info lain yang lebih teknis belum bisa kami konfirmasi," ucapnya.
Febri menyebutkan, setelah sprindik diterbitkan, KPK juga harus menerbitkan SPDP. "Paling lambat tujuh hari kerja," tuturnya. Tembusan SPDP tersebut kemudian ditujukan kepada tersangka, pelapor, dan korban. Menurut dia, hanya ada satu lembar SPDP yang diterbitkan KPK.